Minggu, 23 Februari 2014 0 komentar

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

A. KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA

1. Kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan di Indonesia Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab. Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin. Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi. Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani. Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).

2. Munculnya Pemukiman-Pemukiman di Kota Pesisir Sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim. Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Nusantara. Seperti pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton. Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya. Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah oleh dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh dan Minangkabau menjadi lahan dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan tentang alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu jejak Islam yang berakar sejak mula masuk ke Nusantara. Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai-Aceh menjadi kerajaan Islam pertama yang dikenal dalam sejarah. Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada tahun 674 sampai 675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang tak lain adalah sahabat Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Muawiyah yang juga pendiri Daulat Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan menyelidiki kondisi tanah Jawa kala itu. Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan. Maka, bisa dibilang Islam merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan hijriah. Jika demikian, maka tak heran pula jika tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar dengan Kerajaan Giri, Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon. Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan. Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal memang adalah Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa. Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.

 3. Cara Islamisasi Di Indonesia Perjalanan dakwah awal Islam di Nusantara tak terbatas hanya di Sumatera atau Jawa saja. Hampir seluruh sudut kepulauan Indonesia telah tersentuh oleh indahnya konsep rahmatan lil alamin yang dibawa oleh Islam. Ada beberapa contoh islamisasi di kepulauan Nusantara, seperti :
a. Islamisasi Kalimantan Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu. Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan. Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (Baca: Empat Sekawan Ulama Besar)
b. Islamisasi Sulawesi Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar. Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate. Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar. Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.
c. Islamisasi Maluku Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya. Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
d. Islamisasi Papua Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu besar.
e. Islamisasi Nusa Tenggara Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke Nusa Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula. Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis. Dengan data dan perjalanan Islam di atas, sesungguhnya bisa ditarik kesimpula, bahwa Indonesia adalah negeri Islam. Bahkan, lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan peran Islam di berbagai kerajaan tersebut di atas, Indonesia telah memiliki cikal bakal atau embrio untuk
membangun dan menjadi sebuah negara Islam.

B. PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA
1. Melalui perdagangan Para pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab tinggal selama berbulan-bulan di Malaka (lihat artikel Cara penyebaran agama Islam di Malaka) dan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Mereka menunggu angin musim yang baik untuk kembali berlayar. Maka terjadilah interaksi atau pergaualan antara para pedagang tersebut dengan raja-raja, para bangsawan dan masyarakat setempat. Kesempatan ini digunakan oleh para pedagang untuk menyebarkan agama Islam.
2. Melalui perkawinan Di antara para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia. Hingga sekarang di beberapa kota di Indonesia terdapat kampung Pekojan. Kampung tersebut dahulu merupakan tempat tinggal para pedagang Gujarat. Koja artinya pedagang Gujarat. Sebagian dari para pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia. Terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Kemudian diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang.
3. Melalui pendidikan Para ulama atau mubaliq mendirikan pondok-pondok pesantern di beberapa tempat di Indonesia. Di situlah para pemuda dari berbagai daerah dan berbagai kalangan masyarakat menerima pendidikan agama Islam. Setelah tamat mereka pun menjadi mubaliq dan mendirikan pondok pesantern di daerah masing-masing.
4. Melalui dakwah di kalangan masyarakat Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri terdapat juru-juru dakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya, antara lain :
- Dato'ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa (Sulawesi Selatan).
- Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai (Kalimantan Timur).
- Seorang penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar (Kalimantan Selatan). - Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa. Wali yang terkenal ada 9 wali, yaitu : Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) Sunan Ampel (Raden Rahmat) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) Sunan Giri (Raden Paku) Sunan Derajat (Syarifuddin) Sunan Kalijaga (Jaka Sahid) Sunan Kudus (Jafar Sodiq) Sunan Muria (Raden Umar Said) Sunan Gunung Jati (Faletehan) Para wali tersebut adalah orang Indonesia asli, kecuali Sunan Gresik. Mereka memegang beberapa peran di kalangan masyarakat sebagai : penyebar agama Islam pendukung kerajaan-kerajaan Islam penasihat raja-raja Islam pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam. Karena peran mereka itulah, maka para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat. 5. Menggunakan kesenian yang disesuaikan dengan keadaan Ketika agama Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu masih berakar kuat. Para penyebar agama Islam tidak mengubah kesenian tersebut. Bahkan menggunakan seni budaya Hindu sebagai sarana menyebarkan agama Islam. Seni dan budaya yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Seni wayang kulit Cerita wayang kulit diambil dari kitab Mahabharata dan Ramayana. Perubahan diadakan, tetapi sedikit sekali. Misalnya, perubahan nama-nama tokoh-tokoh pahlawan Islam. Sunan Kalijaga adalah seorang wali yang sangat mahir mempertunjukkan kesenian wayang kulit.
2. Seni tari dan musik gamelan Pada upacara-upacara keagamaan dipertunjukkan tari-tarian tradisional. Tarian itu diiringi musik atau gamelan Jawa. Misalnya gamelan Sekaten pada waktu upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
3. Seni bangunan Coba anda amati wujud desain masjid-masjid kuno yang ada di tanah air ini. Misalnya, menara masjid kuno di Kudus, masjid kuno di dekat tuban, gapuranya mirip Candi Bentar, Masjid Sunan Kalijaga di Demak yang atapnya bertingkat-tingkat mirip pura Hindu. Masjid-masjid tersebut adalah bangunan Islam, tetapi dibangun mirip bangunan Hindu. Memang para penyebar agama Islam berudaha menyesuaikan bangunan-bangunan Islam dengan bangunan Hindu. Apakah tujuannya? Agar rakyat tidak mengalami perubahan secara mendadak. Bila seorang beragama Hindu masuk Islam dan bersembahyang di masjid, merasa seolah-olah masuk ke sebuah pura.
4. Seni hias dan seni ukir Kecuali bentuknya mirip candi, masjid-masjid kuno pun dihias dengan ukir-ukiran yang mirip ukir-ukiran khas Hindu.
5. Seni sastra Kitab-kitab ajaran Islam diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu. Dengan demikian, isinya mudah dipahami oleh rakyat.

C. PERKEMBANGAN POLITIK ISLAM DI INDONESIA
Politk Islam Masa Penjajahan Masa penjajahan Belanda Belanda datang ke Indonesia pada tahun 1596 dengan tujuan berdagang dan mencari rempah – rempah. Kemudian, pada tahun 1602 ketika orang Belanda yang datang semakin banyak Pemerintah Belanda mendirikan perusahaan perdagangan yang diberi nama VOC. Pada tahun1755 VOC berhasil menjadi pemegang hegemoni politik pulau Jawa dengan perjanjian Giyanti yang menyebabkan raja kehilangan kekuasaan politiknya. Di tambah lagi dengan ikut campurnya pemerintah kolonial terhadap kehidupan keraton yang menyebabkan peran ulama sebagai penasihat keraton semakin tersingkir. Eksploitasi dan perampasan tanah dan sistem tanam paksa yang menyengsarakan rakyat terus di galakkan oleh pemerintah kolonial sehingga semakin membuat rakyat semakin ketakutan dan mencari sosok pemimpin non formal ( ulama ) ketika peran para raja sudah dinggap tidak bisa mengayomi dan melindungi mereka. Akhirnya para ulama mendidik dan merekrut para santri dan masyarakat untuk dijadikan prajurit sukarela yang memiliki moral dan semangat berjihad untuk membela agama, bangsa dan negara. Mereka melakukan perlawanan dan pergolakan , setidaknya ada empat kali peperangan besar yang melibatkan para Ulama dan santri seperti perang Cirebon (1802-1806 ), perang Diponegoro ( 1825- 1830 ), perang Padri ( 1821-1838 ) dan perang Aceh (1873-1908) yang merupakan perang santri terlama sehingga Belanda menghadapi peperangan tersebut sampai akhir kekuasaanya, dimana para ulama tidak pernah absen melancarkan gerilya sampai tahun 1942 Kemudian seiring perjalanan waktu para ulama menyadari bahwa perjuangan mereka tidak akan berhasil kalau melanjutkan cara-cara tradisional. Oleh karena itu perlu diadakan perubahan perubahan yang walaupun berasal dari pengaruh kolonial sendiri, yaitu berjuang melalui organisasi-organisasi , baik bidang sosial pendidikan ataupun di bidang pergerkan politik. Diantara organisasi pergerakan sosial yang berdiri untuk kepentingan ummat adalah:
 -Pada tanngal 16 Oktober 1905 H.Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) -Pada tahun 1905 berdiri Jamiatul Khairiyah
-Pada tahun 1911 SDI berubah menjadi SI -Pada tanggal 18 November 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah,dasar gerakan ini adalah Alquran dan Sunnah ,anti taqlidisme, dan bid’ah dalam agama.
-Syekh Ahmad Syurkati mendirikan gerakan Al Irsyad
-A.Hasan dan K.H. Zamzam mendirikan Persatuan Islam 17 september 1923 di Bandung -Pada tanggal 31 Januari 1926 K.H.Hasyim Asy’ari mendirikan NU yang menitikberatkan pada kemurnian mazhab.
-Di Sumatera Barat berdiri PERTI pada tahun 1928
-Pada tanggal 30 November 1930 berdirilah Al Washliyah di Medan. Organisasi Pergerakan Politik :
-Sarekat Islam menjadi Partai Sarekat Islam pada tahun 1923
-Permi ( persatuan Muslimin Indonesia ) didirikan sesudah Thawalib Sumatera -Partai Arab Indonesia di bawah pimpinan AR. Baswedan didirikan untuk memperjuangkan tanah air bangsa Indonesia. -Pada tahun 1937 terbentuklah MIAI yang di pimpin oleh K.H Mas Mansur dan K.H. Ahmad Dahlan. b. Masa penjajahan Jepang Tahun 1938-1945 terjadi Perang Dunia II antara Jerman, Italy, dan Jepang berhadapan dengan sekutu yang terdiri dari Inggris, Prancis,Rusia, ditambah Amerika. Front Pasifik meletus tanggal 8 Desember 1941 ketika Amerika membuka front baru menghadapi Jepang yang menjatuhkan bom di Pearl Harbour,sebuh pangkalan militer Amerika. Hindia-Belanda (Nusantara) dibawah jajahan Belanda melalui pidato Ratu Wilhelmina mengumumkan perang kepada Jepang. Dengan demikian,tak heran kalau Hindia-Belanda menjadi salah sasaran Jepang. Satu persatu wilayah Hindia-Belanda menyerah tanpa syarat.Pecahnya perang fasifik (1942-1945) mengakibatkan Belanda menyerah pada bulan Maret 1942 tanpa perlawanan berarti. Sampai tahun terakhir penjajahan Belanda,timbul kekecewaan mendalam dikalangan Islam karna semua tuntutan mereka ditolak oleh pemerintah kolonial. Belanda lebih banyak berunding dengan kelompok nasional sekular,yang dianggap wakil tunggal Indonesia. Pada awal kedatangan Jepang, timbul simpati dan harapan baru bangsa Indonesia. Apalagi dalam siaran radio tokyo diumumkan bahwa tujuan perang fasifik adalah mengusir orang-orang kulit putih dari bumi Asia. Sebelumnya, Jepang banyak melakukan aktifitas internasional untuk menarik simpati bangsa-bangsa yang beragama Islam dan meniupkan slogan anti Barat. Kebijakan pemerinah Jepang setelah mengambil alih kekuasaan Belanda adalah melarang semua kegiatan organisasi-organisasi politik yang ada dan berupaya membangun organisasi semi militer dengan menjalin kerjasama dengan golongan nasional sekuler maupun golongan Islam.Sebagai penjajah, Jepang jauh lebih kejam daripada Belanda ,Jepang merampas semua harta milik rakyat untuk kepentinga perang ,sehingga rakyat mati kelaparan. Tujuan mereka adalah menggalang masa untuk mendukung rezim pendudukan. Pada awalnya Jepang berminat membentuk sebuah perhimpunan organisasi politik melalui “Gerakan Tiga A”,dibawah pimpinan Syamsudddin, bekas pimpinan Parindra, diharapkan dengan pembentukan organisasi ini, rakyat indonesia akan membantu mereka dala perang pasifik dan menyukseska propaganda “kemakmuran Asia Timur Raya”. Karena gagal mendapat dukungan rakyat ,”Gerakan Tiga A” dibubarkan,sementara itu, MIAI tetap dipertahankan dan menjadi organisasi independen tanpa terikat pada organisasi lainnya. Selanjutnya, sebagai ganti “Gerakan Tiga A”, Jepang membentuk Putera (pusat tenaga rakyat) dalam rangka menggalang massa, Ada hal yang menarik dari pembentukan Putera, hasil yang terpenting adalah meningkatnya kesadaran rakyat Indonesia, terutama keinginan mereka untuk mencapai kemerdekaan. Jepang menerapkan politik mendekati golongan Islam tetapi tidak terhadap kelompok nasional sekular,Jepang mendorong dan memberi prioritas kepada kalangan Islam untuk mendirikan organisasi dan menagakui kembali organisasi-organisasi Islam yang belum dibekukan,tetapi tidak membolehkannya bagi organisasi-organisasi nasional sebelum perang,Pada awal pendudukannya, Jepang membentuk kantor Departemen Agama yang disebut Shumubu yang dibentuk pada Maret 1942, ketua pertama seorang Jepang bernama Horie (1942) dan pada tanggal 1 Oktober 1943 Hosein Djajadiningrat diangkat menjadi kepala Shumuba,tanggal 1 Agustus 1944 digantikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari tetapi tugasnya dilaksanakan oleh putranya K.H Wahid Hasyim 2. Politik Islam masa Kemerdekaan Pada masa kemerdekaan, Umat Islam malah hampir tidak memiliki negara karena kebanyakan bangsa muslim ketika itu berada dibawah penjajahan bangsa-bangsa barat seperti Inggris, Portugis, Spanyol dan Belanda. Akan tetapi keinginan untuk mendirikan sebuah negeri sendiri tetap ada, karena itu didalam sejarah, umat Islam melakukan perlawanan untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa-bangsa barat. Demikian pula perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam dalam menentang kolonialisme Belanda. Kehadiran bangsa-bangsa Asing di wilayah Indonesia menimbulkan dampak besar bagi kekuatan Islam yang diwakili oleh kerajaan-kerajaan Islam nusantara menghadapi kekuatan asing (barat) tidak dapat dihindarkan. Dari berbagai konfrontasi itu secara keseluruhan kerajaan-kerajaan Islam nusantara dapat dikalahkan sehingga secara sistematis mengalami deligitimasi politik yang berakhir dengan dijajahnya sebagaian besar wilayah Nusantara Jadi Sistem politik yang berkembang pada masa itu adalah sistem politik yang dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam sebagai sebuah keyakinan akan kebenaran yang hakiki dan pemberi legitimasi dalam perjuangannya. Berdasarkan hal tersebut maka tidak mengherankan apabila politik Belanda pada masa itu selalu diwarnai oleh kecurigaan, kewaspadaaan dan ketakutan terhadap segala sesuatu yang berbau Islam, sehingga melakukan kebijakan yang sangat membatasi ruang gerak umat Islam. Pendekatan yang Islamophobia ini mengalami perubahan ketika Snouk Hurgronye menjadi penasehat kerajaan Belanda dengan membuat rekomendasi sebagai dasar kebijakan pemerintah Hindia Belanda yakni melakukan stabilitas keamanan dan menarik hati rakyat Indonesia dengan mendirikan sekolah-sekolah modern. Menurut pemerintah Belanda, Produk lembaga pendidikan ini adalah menciptakan pegawai negeri dengan tugas membantu Belanda dalam mensosialisasikan nilai-nilai Barat. Hal ini menurut Hurgronye sebagai langkah yang paling efektif mengurangi dan pada akhirnya menghilangkan pengaruh Islam Indonesia. Akan tetapi kebijakan ini menjadi boomerang karena lembaga pendidikan tersebut melahirkan tokoh-tokoh yang memegang peranan penting dalam pergerakan nasional Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda ini pula muncul berbagai organisasi Islam yang sangat berpengaruh seperti Sarekat Islam (SI), Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), Persatuan Islam (Persis), Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU).

D. PERKEMBANGAN SENI BUDAYA ISLAM DI INDONESIA
1. Perkembangan Seni Budaya Islam di Indonesia Kesenian Islam Indonesia sebenarnya sangat minim bila dibandingkan dengan kesenian Islam di Negara lain, sebut saja kerajaan Mughal di India yang sampai sekarang masih memiliki simbol-simbol kebesaran arsitektur Islam seperti Taj Mahal. Hal ini disebabkan Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai sehingga seni Islam harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan lama, dan Nusantara adalah negeri yang merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga penduduknya lebih mementingkan masalah perdagangan daripada kesenian. Umat Islam Indonesia dalam hal seni Islam memang hanya menjadi pengikut, tidak pernah menjadi pemimpin. Keseniannya sangat sederhana dan miskin. Kekuatan himmah seperti yang mendorong muslim di Negara lain untuk menciptakan pekerjaan besar, tidak muncul di Indonesia. Kalaupun muncul, biasanya berasal dari pengaruh luar atau peniruan tidak lengkap. Walaupun demikian, Islam datang ke nusantara membawa tamaddun (kemajuan) dan kecerdasan. Ada beberapa sebab mengapa hal tersebut terjadi :
1. Islam yang datang ke Indonesia secara besar-besaran, kira-kira abad ke- 13 M, adalah akibat arus balik dampak kehancuran Baghdad. Dengan demikian, umat Islam yang datang pada hakikatnya adalah para pedagang atau elit bangsawan atau ulama-ulama penyebar agama Islam yang ingin mencari keselamatan dari kehancuran wilayah timur tengah karna adanya perang Mongol pimpinan Hulagu.
2. Di Indonesia, terutama Jawa, ketika Islam datang sudah memiliki peradaban asli yang dipengaruhi Hindu Budha yang sudah mengakar kuat terutama di pusat pemerintahan, maka seni Islam harus menyesuaikan diri. 3. Umat Islam yang datang ke Indonesia mayoritas adalah pedagang (orang sipil, bukan pejabat pemerintah) yang tentu orientasinya adalah datang untuk sementara dan untuk mencari keuntungan untuk dibawah ke negrinya. Datang untuk sementara inilah yang menyababkan mereka mencari hal-hal yang praktis. Kalaupun ada ulama atau sufi yang datang untuk berdakwah, mereka juga sufi pengembara yang pergi berdakwah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga tidak terpikir untuk membuat sesuatu yang abadi.
4. Ketika sudah ada umat Islam pribumi, kebanyakan keturunan pedagang atau sufi pengembara yang kemudian menjadi raja Islam di Nusantara dan mulai membangun kebudayaan Islam ,datang bangsa Barat yang sejak awal kedatangannya sudah bersikap memusuhi umat Islam (sisa-sisa dendam Perang Salib) sehingga raja-raja Islam pribumi belum sempat membangun.
5. Islam yang datang ke Indonesia coraknya adalah Islam tasawuf yang lebih mementingkan olah rohani daripada masalah duniawi.
6. Nusantara adalah negeri yang merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga penduduknya lebih mementingkan masalah perdagangan daripada kesenian.
7. Islam datang ke Indonesia dengan jalan damai, maka terjadilah asimilasi yaitu asal tidak melanggar aturan-aturan agama. Oleh sebab itu, tidak heran jika aspek seni budaya Islam Indonesia tidak hebat seperti di Negara Islam yang lain. Kesenian-kesenian Islam yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut;
1. Batu Nisan Kebudayaan Islam dalam bidang seni mula-mula masuk ke Indonesia dalam bentuk batu nisan. Di Pasai masih dijumpai batu nisan makam Sultan Malik al-Saleh yang wafat tahun 1292.Hal yang dapat dicermati pada batu nisan ini dan merupakan indikator Persia yakni aksara yang dipahatkan pada batu nisan merupakan aksara shulus yang cirinya berbentuk segitiga pada bagian ujung. Gaya aksara jenis ini berkembang di Persia sebagai suatu karyaseni kaligrafi. Batu nisan Sultan Malik as-Saleh terdiri dari pualam putih yang di ukir dengan tulisan Arab yang sangat indah berisikan ayat al-Qur`an dan keterangan tentang orang yang dimakamkan serta hari dan tahun wafatnya. Makam-makam yang serupa dijumpai pula di Jawa, seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
2. Perkembangan Aksara dan Seni Sastra (Kesusastraan) Masuknya agama dan budaya Islam di Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan seni aksara dan seni sastra di Nusantara. Aksara dan seni sastra Islam pada awal perkembangannya banyak dijumpai di wilayah sekitar selat Malaka dan Pulau Jawa, walaupun jumlah karya sastra dan bentuknya sangat terbatas. a. Aksara masa awal Islam Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran. Penulis aksara-aksara (huruf-huruf) Arab di Indonesia, biasanya dipadukan dengan seni jawa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Huruf-huruf Arab yang tertulis dengan sangat indah itu disebut dengan seni kaligrafi (seni Khat). Seperti juga jenis karya seni rupa Islam lainnya, perkembangan seni kaligrafi Arab di Indonesia kurang begitu pesat, apalagi dibandingkan dengan negara-negara lain. Sampai saat sekarang seni kaligrafi berkembang di Indonesia, terutama dalam seni ukir. Seni ukir kaligrafi ini dikembangkan oleh masyarakat dari Jepara. b. Seni sastra awal masa Islam Sebagaimana halnya Hindu-Buddha, Islam pun memberi pengaruh terhadap seni sastra nusantara. Sastra yang dipengaruhi Islam ini terutama berkembang di daerah sekitar Selat Malaka (daerah melayu) dan Jawa. Di sekitar Selat Malaka merupakan perkembangan baru, sementara di Jawa merupakan kembangan dari sastra Hindu-Buddha. Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu. Seni sastra zaman Islam yang berkembang di Indonesia yang mendapat pengaruh dari Persia, seperti cerita-cerita tentang Amir Hamzah, Kalilah dan Dimnah, Bayan Budiman, Kisah 1001 malam (alf lailah wa lailah), dan Abu Nawas. Hampir semua cerita salinan itu dinamakan hikayat dan dimulai dengan nama Allah dan shalawat nabi. Kebanyakan hikayat ini tidak diketahui penyalinnya. Sementara seni sastra yang masih dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama. Selain itu, kesusastraan Islam Indonesia adalah syair, di antara yang terkenal adalah syair sufi yang dikarang oleh Hamzah Fansuri, seperti syair perahu. Syair lain sama saja, tidak diketahui pengarangnya. Karya-karya sastra bentuk prosa dari Persia sampai pengaruhnya kepada kesusasteraan Indonesia misalnya kitab Menak yang ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa yang semula ceritera dari Persia. Dalam bahasa Melayu menjadi Hikayat Amir Hamzah. Kitab Menak pada dasarnya serupa dengan kitab Panji, perbedaannya terletak pada tokoh-tokoh pemerannya. Ceritera-ceritera Menak dalam arti Hikayat Amir Hamzah, biasanya ditampilkan pula dalam pertun­jukan wayang golek yang konon diciptakan oleh Sunan Kudus, wayang kulit diciptakan oleh Sunan Kalijaga, dan wayang gedog diciptakan oleh Sunan Giri. Ceritera Menak jumlahnya tidak sedikit, misalnya kitab Rengganis yang banyak digemari oleh masyarakat Sasak di Lombok dan Palembang.
3. Seni Bagunan (Arsitektur) Seni bangunan yang bercorak Islami jarang sekali dijumpai di Indonesia. Hampir tidak ada bangunan Islam di Indonesia yang menunjukkan keagungan Islam yang setaraf dengan bangunan bersejarah yang ada di negara Islam lainnya. Disamping itu, Indonesia tidak memiliki satu corak tersendiri seperti Ottoman Style, India style dan Syiro Egypt style, meskipun Islam telah lima abad ada di Indonesia. Model bangunan Islam pada saat itu masih sangat kental dengan aplikasi, bahkan peniruan model bangunan Hindu Budha. Hal ini dapat dilihat pada model-model masjid dan beberapa perlengkapannya, seperti: menara masjid, atap tumpang dan beduk raksasa yang semuanya adalah mengaplikasi bentuk budaya Hindu dan Budha. Pasca kemerdekaan, Indonesia dapat berhubungan dengan bangsa yang lain, maka sedikit demi sedikit unsur-unsur lama dapat dihilangkan. Atap tumpang yang sangat identik dengan bangunan hindu Budha dimodifikasi dengan kubah dari masjid timur tengah atau India, misalnya Masjid Kutaraja yang didirikan oleh Belanda tahun 1878. Selain itu, masjid-masjid di Indonesia dalam perkembangannya banyak meniru model-model masjid Negara Islam lainnya. Seperti Masjid Syuhada yang ada di yogyakarta yang menyerupai Taj Mahal India, masjid Istiqlal yang menyerupai ottoman style yang ada di Byzantium dan masjid Al-Tien (di TMII) yang meniru model bangunan India.
4. Seni Ukir Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Dalam sebuah riwayat disebutkan. Berkata Said ibn Hasan: “Ketika saya bersama dengan Ibn Abbas datang seorang laki-laki, ia berkata: “Hai Ibn Abbas, aku hidup dari kerajinan tanganku, membuat arca seperti ini.” Lalu Ibn Abbas menjawab, “Tidak aku katakan kepadamu kecuali apa yang telah ku dengar dari Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Siapa yang telah melukis sebuah gambar maka dia akan disiksa Tuhan sampai dia dapat memberinya nyawa, tetapi selamnya dia tidak akan mungkin memberinya nyawa.” Hadits di atas secara eksplisit melarang melukis apapun yang menyerupai makhluk yang hidup, apalagi manusia. Pada masa-masa awal Islam di Indonesia, ternyata larangan ini diikuti, meskipun di Persi dan India hal itu tidak dihiraukan. Oleh sebab itu, ketika Islam baru datang ke Indonesia, terutama ke Jawa, ada kehati-hatian para penyiar agama. Banyak candi-candi besar, -termasuk candi Borobudur- ditimbun dengan tanah (baru kemudian pada zaman Belanda ditemukan dan di gali kembali) supaya tidak mengganggu para muallaf. Kesenian ukir harus disamarkan, sehingga seni ukir dan seni patung menjadi terbatas kepada seni ukir hias saja. Untuk seni ukir hias, orang mengambil pola-pola berupa daun-daun, bunga-bunga, bukit-bukit, pemandangan, garis-garis geometri, dan huruf Arab. Pola ini kerap digunakan untuk menyamarkan lukisan makhluk hidup (biasanya binatang), bahkan juga untuk gambar manusia. Menghias masjid pun ada larangan, cukup tulisan-tulisan yang mengingatkan manusia kepada Allah dan Nabi serta firman-firman-Nya. Salah satu masjid yang dihiasi dengan ukiran-ukiran adalah Masjid Mantingan dekat Jepara berupa pigura-pigura yang tidak diketahui dari mana asalnya (pigura-pigura itu kini dipasangkan pada tembok-tembok masjid). Ukiran ataupun hiasan, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang. Gapura-gapura banyak dihiasi dengan pahatan-pahatan indah, seperti gapura di Tembayat (Klaten) yang dibuat oleh Sultan Agung Mataram (1633), sedangkan hiasan yang mewah terdapat pada gapura di Sendang duwur yang polanya terutama berupa gunung-gunung karang, didukung oleh sayap-sayap yang melebar melingkupi seluruh pintu gerbangnya, dibawah sayap sebelah kanan tampak ada sebuah pola yang mengandung makna berupa sebuah pintu bersayap. Kondisi Sosial Politik Negara Pada Masa Kemerdekaan.

E. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDDONESIA

Pendidikan Islam di Kerajaan Demak Sistem pelaksanaan pendidikan agama Islam di Demak yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat sentral di suatu daerah. Disana diajarkan pendidikan agama di bawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam. Kitab keluaran Demak adalah Usul 6 Bis, yaitu kitab yang berisi 6 kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrahim, karangan ulama Sarkandi, tentang dasar-dasar ilmu agama Islam. Kitab lainnya adalah Tafsir Jalalain, kitab jawa kuno yaitu Primbon, berisi catatan tentang ilmu-ilmu agama, macam-macam doa, obat-obatan, ilmu gaib, bahkan wejangan para wali. Selain itu, dikenal pula kitab-kitab yang dikenal dengan nama Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng dan lain-lain. Dimana seluruh kitab tersebut berbentuk diktat dan ditulis tangan. Pendidikan dan Pengajaran Islam zaman Mataram Beberapa tempat Pengajian Qur’an diadakan di desa-desa. Di sana diajarkan huruf hijaiyah, membaca al Qur’an, pokok-pokok dan dasar ilmu agama Islam. Cara mengajarkannya adalah dengan menghafal. Pengajian Kitab dikhususkan pada murid-murid yang telah mengkhatamkan al Qur’an. Guru di Pengajian Kitab biasanya adalah modin terpandai di desa itu. Bisa juga modin dari desa lain yang memenuhi syarat, baik dari kepandaiaan maupun budi pekertinya. Guru-guru tersebut diberi gelar Kiyai Anom. Waktu belajar ialah pagi, siang, dan malam hari. Kitab-kitab yang diajarkan ditulis dalam bahasa arab lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Pelajarannya antara lain Usul 6 Bis, kemudian matan Taqrib, dan Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali dalam ilmu akhlak. Pengajarannya dilakukan dengan sorongan. Di beberapa kabupaten, diadakan Pesantren Besar, lengkap dengan asrama atau pondok untuk melanjutkan pendidikan dari pesantren desa ke tingkatan tinggi. Gurunya bergelar Kiyai Sepuh atau Kanjeng Kiyai. Pesantren ini berperan sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi. Kitab-kitab yang diajarkan pada pesantren besar ialah kitab-kitab besar dalam bahasa arab, lalu diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa daerah dan dilakukan secara halaqah. Bermacam-macam ilmu agama diajarkan disini, seperti: fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya. Selain pesantren besar, juga diselenggarakan semacam pesantren takhassus, yang mengajarkan satu cabang ilmu agama dengan cara mendalam atau spesialisasi. Pendidikan pada masa belanda Umat islam pada masa itu mengenal dua bentuk lembaga pendidikan yang dikelola umat islam dan yang dikelola colonial. System pendidikan yang dikelola Belanda adalah pendidikan modern liberal dan netral agama. Namun kenetralan Belanda ternyata tidak konsisten karena Belanda lebih melindungi Kristen dari pada islam. Karena mereka menganggap islam memiliki kekuatan politik yang membahayakan mereka. Maka islam senantiasa mengalami tekanan dan selalu diawasi gerak geriknya.

Pendidikan Islam pada masa Penjajah Jepang
 Pada awalnya pemerintah jepang mengambil siasat merangkul umat islam sebagi mayoritas penduduk Indonesia. Sikap penjajah jepang terhadap pendidikan islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan islam lebih bebas. Pesantren-pesantren yang besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar jepang. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama. Pemerintah Jepang juga mengizinkan berdiirnya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Bung Hatta. Pendidikan islam di zaman jepang dapat bergerak lebih bebas bila dibandingkan dari zaman belanda. Pada masa penjajahan jepang atas usaha Muhmud Yunus di sumatera barat, dapat disetujui oleh kepala jawatan pengajaran jepang untuk memasukkan pendidikan agama islam ke sekolah-sekolah pemerintah, mulai sekolah dasar.

 Pendidikan Islam Masa Orde Lama (Zaman Kemerdekaan)
Setelah Indonesia merdeka, penyelesaian pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa : Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang tidak berurat akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.

Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh sebuah rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 tersebut, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh. Sistem Pendidikan Pada masa Orde Lama dan Baru Terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum. Program pendidikan kementrian agama sebagai berikut :
1. Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2. Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3. Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern. 4. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
4. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
5. Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta. Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi Lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi jalannya pembangunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera puteri bangsa yang berkualitas. Dakwah islam / Pendidikan walisongo Metode yang digunakan oleh Walisongo dalam berdakwah ada tiga macam, yaitu:
1. Al-Hikmah (kebijaksanaan) : Al-Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u (objek dakwah). Sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Gudus.
2. Al-Mau’izhah Al-Hasanah (nasihat yang baik) : memberi nasihat dengan kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluh hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman. Inilah yang dilakukan oleh para wali.
3. Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan (berbantah-bantah dengan jalan sebaik-baiknya) : tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut. sebagaimana dakwah Sunan Ampel kepada Adipati Aria Damar dan Sunan Kalijaga kepada Adipati Pandanarang.
Rabu, 12 Februari 2014 0 komentar

Aqidah - Amal Saleh

AMAL SHALEH Amal berarti perbuatan baik atau buruk. Istilah amal hanya dihubungkan dnegan manusia karena hanya manusai yang dapat mengerjakan amal. Hal itu disebabkan amal merupakan suatu perbuatan yang dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan, pilihan atau kesadaran sendiri, dan kesengajaan atau niat. Adapun amal shaleh memiliki beberapa pengertian. Menurut Muhammad Abduh, shaleh adalah segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara keseluruhan. Menurut Az-Zamakhsyari, amal shaleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan akal rasional, Al-Quran dan sunah Nabi Muhammad. SAW. Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa amal shaleh akan memberi manfaat, baik bagi orang yang mengerjakan maupun bagi orang lain. Kebalikan dari amal shaleh yaitu amal sayyi’ah atau anal yang mendatangkan mudarat baik bagi pelakunya maupun bagi orang lain. 1. Macam-Macam Amal Shaleh Amal shaleh terdiri dari duamacam, yaitu amal shaleh terhdap sesama ma nusia dan makhluk lain serta amal shaleh terhadap Allah SWT. a. Amal shaleh terhadap Allah SWT adalah beribadah, yaitu menjalankan semua yang diperintahkan Allah SWT dan meninggalkan serta menjauhi semua yang dilarang Allah. b. Amal shaleh terhadap manusia dan makhluk lain adalah menjalankan hak dan kewajiban dalam kehidupan antarsesama manusia dan makhluk, yaitu siikap tengganag rasa, ramah, santun, bertutur kata yang baik, berakhlak mulia, menjaga kelestarian alam, menolong orang yang tidak mampu, dan lain sebagainya. Orang yang melaksanakan amal shaleh adalah orang yang menjadi kekasih Allah SWT, karena Allah sangat menyayangi orang-orang yang beramal shaleh. 2. Syarat sah amal shaleh Adapun syarat sah amal shaleh adalah sebagai berikut : a. Amal shaleh dilakukan dengan mengetahui ilmunya. b. Amal shaleh itu dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah. c. Amal shaleh itu hendaknya dilakukan secara sah sesuai dengan petunjuk syarak (Al-Quran dan Hadist). 3. Contoh Perilaku Amal Shaleh Amal shaleh merupakan salah satu syarat seseorang mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat. Diantara contoh perilaku amal shaleh yaitu : a. Melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. b. Membantu orang lain y6ang membutuhkan pertolongan, baik berupa moril maupun material. c. Menengok teman atau saudara yang sakit. d. Menyumbang dana bagi pembangunan masjid, madrasah, pondok pesantren, ataupun fasilitas umum lainnya. e. Turut bekerja bakti membersihkan lingkungan sekolah. f. Mendonorkan darah untuk keperluan kemanusiaan dab sebagainya. Semua perbuatan tersebut, tentunya harus didasari keimanan dan keikhlasan sehingga dihadapan Allah swt. Dapat digolongkan amal shaleh. Perilaku amal shaleh merupakan perbuatan atau daya upaya manusia untuk melakukan suatu perbuatan yang sangat mudah demi menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat. Perilaku manusia tidak hanya shalat dan ibadah saja, tetapi secara duniawi seorang manusia harus menggunakan akal agar tidak menyia-nyiakan waktunya. Keperluan manusia, makanan misalnya, apabila diusahakan dengan tangannya sendiri akan lebih baik daripada hanya mengharapkan pemberian orang lain tanpa melakukan apapun. Nabi Muhammad saw. bersabda yang artinya “Dari Miqdam r.a. diterangkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Tiadalah seseorang yang makan makanan sekali-kali lebih baik daripada makanan dari hasil tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud a.s. memakan makanan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR Bukhari) Ayat dari hadis tersebut merupakan morivasi, bahkan perintah bahwa manusia harus produktif agar rezeki di dunia ini dapat diperoleh. Tiga hal berikut ini perlu dilakukan dalam menjalankan amal shaleh demi kesejahteraan umat manusia, yaitu sebagai berikut : A. Selalu Menggunakan Akal Manusia yang produktif adalah manusia yang selalu menggunakan akalnya. Ia diberi kepercayaan oleh Allah SWT. untuk mengolah bumi. Oleh karena itu, melalui akal pikiran, manusia dapat menciptakan alat-alat usaha, baik pertanian, peternakan, industri, bahkan teknologi yang mengagumkan yang telah dapat dibuat oleh manusia. Akal pikiran harus senantiasa digunakan jika ingin senantiasa produktif dan diridai Allah SWT. karena Dia amat murka kepada orang-orang yang tidak menggunakan akalnya. B. Tumbuhkan Sikap yang akan Membawa Kemajuan dan Sukses Sikap yang membawa kemajuan dan sukses antara lain semangat untuk terus mencoba, mengetahui sesuatu lebih dalam, dan tidak suka membuang-buang waktu, senang membantu pekerjaan orang lain yang membutuhkan bantuan tanpa mengaharapkan pujian atau imbalan yang berlebihan, kasih sayang, pantang putus asa, dan menjadikan setiap kesalahan sebagai pelajaran untuk tidak diulang kembali dan menggantinya dengan keberhasilan. C. Manfaatkan Indra yang Dikarunai Allah SWT. untuk Berkarya Rezeki yang berupa indra adalah karunia besar dan rahmat yang sangat berharga bagi manusia untuk dapat berkarya. Manusia tidak akan sejahtera bila ia tidak bekerja, berkarya, dan berusaha. Oleh karena itu, manusia yang senantiasa berkarya harus berusaha menggunakan indranya semaksimal mungkin untuk menghasilkan yang terbaik dari dirinya. Manusia harus senantiasa mengingat Allah SWT dan bersyukur terhadap betapa berharganya karunia Allah SWT tersebut. Artinya : Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku. Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar (QS Al-Baqarah/2:152-153). Dalam beramal shaleh kita dituntut untuk selalu mempertimbangkan keseimbangan antara kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Dunia adalah ladang dari akhirat. Oleh karena itu, selagi kita hidup di dunia hendaknya kita senantiasa menanam amal shaleh sehingga kelak diakhirat dapat memuai panen dari kebajikan tersebut. Mengelola waktu merupakan salah satu aspek paling penting untuk bekerja secara efektif dan efisien. Kita harus mengelola waktu, memegang tanggung jawab, dan mengatur kegiatan dengan baik serta terencana agar pekerjaan tidak terbengkalai. Tidak sedikit manusia yang mengalami kerugian dalam hal waktu. Allah SWT berfirman yang Artinya : Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran (QS. Al-Ashr : 1-3) Dalam Kitab Ar Riqaq (Hamba Sahaya), Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Absar bahwasanya Rasulullah saw menyatakan ada dua kenikmatan yang sering membuat manusia tertipu, yaitu kesehatan dan waktu kosong. Oleh karena itu untuk menghindarinya kita perlu mengisi waktu luang tersebut dengan perilaku-perilaku positif agar menjadi efisien, diantaranya sebagai berikut : 1. Membaca buku yang bermanfaat 2. Zikir kepada Allah SWT 3. Memanfaatkan waktu luang untuk mempererat tali persaudaraan atau silaturrahmi.
0 komentar

Aqidah Akhlak - Ridho

Ridha secara bahasa menerima dengan suka hati, secara istilah diartikan sikap menerima atas pemberian dan anugerah yang diberikan oleh Allah dengan di iringi sikap menerima ketentuan syariat Islam secara ikhlas dan penuh ketaatan, serta menjauhi dari perbuatan buruk(maksiyat), baik lahir ataupun bathin. Kata ridha berasal dari bahasa Arab yang makna harfiahnya mengandung pengertian senang, suka, rela, menerima dengan sepenuh hati, serta menyetujui secara penuh , sedang lawan katanya adalah benci atau tidak senang. Kata ridha ini lazim dihubungkan dengan eksistensi Tuhan dan manusia, seperti Allah ridha kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, sedangkan dengan manusia seperti seorang ibu ridha anaknya merantau untuk menuntut ilmu , ridha erat kaitannya dengan sikap dan pemahaman manusia atas karunia dan nikmat Allah. Dalam dunia tasawuf, kata ridha memiliki arti tersendiri yang masih berhubungan dengan sikap kepasrahan seseorang di hadapan kekasih-Nya. Sikap ini merupakan wujud dari rasa cinta pada Allah dengan menerima apa saja yang telah dikehendaki oleh-Nya tanpa ada paksaan dalam menjalaninya. Dengan kata lain, ridha lebih memfokuskan perhatian yang ditujukan kepada upaya mengembangkan emosi ridha dalam hati calon sufi kepada Tuhan. Maka janganlah kita berharap memperoleh ridha Tuhan, bila dalam hati kita sendiri tidak tumbuh dengan subur emosi ridha kepada-Nya. Di sini ditanamkan kesadaran bahwa ada tidaknya, atau besar kecilnya ridha Tuhan pada seseorang tergantung pada ada tidaknya atau besar kecilnya ridha hatinya kepada Tuhan. Ridha kepada Tuhan, menurut para sufi; mengandung makna yang luas, diantaranya: Tidak menentang pada qadha dan qadar Tuhan, menerimanya dengan senang hati, mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanyalah perasaan senang dan gembira, merasa senang menerima malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat, tidak meminta surga dari Tuhan dan tidak meminta supaya dijauhkan dari neraka, tidak berusaha sebelum turunnya qadha dan qadar, tidak merasa pahit dan sakit sesudah turunnya, bahkan perasaan senang bergelora di waktu cobaan atau musibah datang. Orang yang berhati ridha pada Allah memiliki sikap optimis, lapang dada, kosong hatinya dari dengki, selalu berprasangka baik, bahkan lebih dari itu; memandang baik, sempurna, penuh hikmah, semua yang terjadi semua sudah ada dalam rancangan, ketentuan, dan perbulatan Tuhan. Berbeda dengan orang-orang yang selalu membuat kerusakan di muka bumi ini, mereka selalu ridha apabila melakukan perbuatan yang Allah haramkan, dalam hatinya selalu merasa kurang apabila meninggalkan kebiasaan buruk yang selama ini mereka perbuat, bermakna merasa puas hati apabila aktivitas hidupnya bisa membuat risau, khawatir, dan selalu mengganggu terhadap sesamanya. Semuanya itu ia lakukan karena mengikut hawa nafsu yang tanpa ia sadari bahwa sebenarnya syaitan telah menjerat dirinya dalam kubangan dosa. Orang-orang yang seperti inilah dengan indahnya Allah telah menjelaskan dalam surat At-Taubah ayat 96: يَحْلِفُوْنَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِيْنَ “Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka, tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang berbuat fasik.” Orang-orang inilah yang selalu bersepakat dalam berbuat kemungkaran, ridha dalam melakukan maksiyat, dan kelak apabila sampai akhir hayatnya tidak sempat bertaubat serta minta ampun kepada-Nya, telah Allah sediakan neraka sebagai pelabuhan terakhir untuknya, dalam pertengahan ayat yang ke-7 dari surat Az-Zumar di sebutkan: وَلاَ يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ Artinya: “……….., dan Dia tidak me-ridhai kekafiran bagi hamba-Nya,………..” Pemahaman ayat diatas adalah, jikalau seseorang selalu berpuas hati akan perbuatan yang Allah telah haramkan, namun dalam hatinya tidak ada keinginan untuk merubah dengan memohon ampunan-Nya, maka yang akan menjadi tabungan baginya adalah semakin banyak perbuatan buruk yang akan ia sesali besok di akhirat atas segala segala tingkah laku buruknya sewaktu hidup di dunia. Dengan kata lain, menghadirkan hati dengan bersikap benci kepada semua perbuatan yang dapat membawa kepada ke-kufur-an adalah salah satu bentuk penolakan sebelum segalanya terlambat, inilah salah satu cara supaya kita terhindar dari semua perkara yang di larang oleh Allah, untuk kemudian kita suci-kan hati dengan menjalankan perintah dengan penuh keyakinan dan selalu mengingat-Nya, sehingga sampai kepada peringkat orang-orang yang meminta ampun kepada rabb-Nya dan menjadi bagian kepada orang-orang pilihan yang benar-benar telah di ampunkan atas segala kekhilafannya. Konsep ini sejalan dengan isyarat al-Quran surat Al-Baqarah ayat 222: إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ “………..,, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Syekh Maulana Jalaluddin al-Rumi menggambarkan para sufi yang berhati ridha kepada Allah, antara lain sebagai berikut : “ Aku perkenalkan para wali, yang mulutnya tidaklah berkomat-kamit dengan lafadz do’a; mereka adalah orang-orang mulia yang tunduk dengan hati ridha. Mereka memandang haram permohonan untuk menolak qadha. Mereka melihat bahwa pada qadha dan qadar Tuhan itu ada rasa nikmat yang khas, dan memandang kufur upaya memohon kelepasan dari-Nya. Berprasangka baik telah membuka dan memenuhi hati mereka, sehingga tidaklah mereka memakai pakaian biru karena sedih. Apa saja yang datang kepada mereka, menggembirakan hati mereka; ia akan berubah menjadi api kehidupan, kendati ia yang datang itu api; racun yang berada di kerongkongan mereka, mereka pandang seperti gula; dan batu di jalanan seperti permata; sama bagi mereka yang baik dengan yang buruk. Semua sikap ini berkembang dari “husnuzzan”, prasangka baik mereka. Berdo’a bagi mereka suatu kekufuran, karena bila mereka melakukannya itu berarti mereka mengatakan: Ya Tuhan kami, rubahlah qadha ini sehingga menjauh dari kami, atau rubahlah qadha ini sehingga dapat membawa keuntungan untuk kami. Bagaimanakah jadinya dunia ini, bila ia harus berjalan menurut keinginan manusia, bukan menurut qadha dan qadar-Nya? Demikianlah antara lain sikap sufi yang hatinya dipenuhi ridha kepada Tuhan. Walaupun berdo’a di syariatkan oleh agama, mereka karena mencapai taraf kerohanian yang tinggi, tidak merasa pantas lagi meminta ini dan itu kepada Allah. 1. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridha terhadap semua nilai dan syari’ah Islam. 2. Ridha terhadap taqdir Allah. Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang muslim. Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah swt. Dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah kepada Allah. 3. Ridha terhadap perintah orang tua. Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah swt. karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, sebagaiman perintah Allah dalam Q.S. Luqman (31) ayat 14. Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua. Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya tersinggung ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya. 4. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang Negara Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian akan menjamin keteraturan dan ketertiban sosial. sebagaimana firman Allah yang terdapat dalam Q.S. an-Nisa:59. Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti ulama dan umara (Ulama dan pemerintah). Ulama dengan fatwa dan nasehatnya sedangkan umara dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara adalah ridha terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri sendiri, orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh. c. Dalil tentang Ridho Artinya:”Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah,” (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).(QS. At-Taubah:59) d. Contoh Perilaku Ridho Δ Dalam suatu kisah Abu Darda’, pernah melayat pada sebuah keluarga, yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji Allah swt. Maka Abu Darda’ berkata kepada mereka. “Engkau benar, sesungguhnya Allah swt. apabila memutuskan suatu perkara, maka dia senang jika taqdirnya itu diterima dengan rela atau ridha. Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah swt. dalam situasi apapun. Δ Dalam riwayat dikisahkan sebagai berikut ; pada suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a. melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya ; “Mengapa engkau tampak bersedih hati ?”. Ady menjawab ; “Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam pertempuran”. Ali terdiam haru, kemudian berkata, “Wahai Ady, barang siapa ridha terhadap taqdir Allah swt. maka taqdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahalaNya, dan barang siapa tidak ridha terhadap taqdirNya maka hal itupun tetap berlaku atasnya, dan terhapus amalnya”. Seperti dalam Hadith Qudsi: قَالَ اللهُ : مَنْ لَمْ يَرْضَى بِقَضَائِيْ وَلَمْ يَشْكُرْ بِنِعْمَائِيْ وَلَمْ يَصْبِرْ بِبَلاَئِيْ فَلْيَخْرُجْ تَحْتَ سَمَائِيْ وَلْيَطْلُبْ رَبًّا سِوَائِيْ Artinya: “Allah berfirman kepada rasul SAW: Barangsiapa yang tidak ridha atas segala hukum perintah, larangan, janji qadha dan qadar-Ku, dan tidak bersyukur atas segala nikmat-nikmat-Ku, serta tidak sabar atas segala cobaan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku yang selama ini engkau jadikan sebagai atapmu, dan carilah Tuhan lain selain diri-Ku (Allah)”. Dalam surat at-Taubah ayat 32: يُرِيْدُوْنَ أَنْ يُطْفِئُوْا نُوْرَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللهُ إِلاَّ أَنْ يُتِمَّ نُوْرَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan mereka), dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.”
Selasa, 11 Februari 2014 0 komentar

NEGARA ISLAM di ASIA_ski

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abad pertengahan di Eropa sering disebut zaman kemunduran jika dibandingkan dengan zaman klasik (Yunani-Romawi). Sebaliknya Negara-negara Arab pada abad pertengahan mengalami kemajuan, namun akhirnya negeri itu sedikit demisedikit mengalami kemerosotan. dalam bidang kebudayaan dan kekuasaan. Setelah perang maladki pada tahun 463 H / 1071 M, yang dimenengkan oleh orang-orang saljuk dengan kemenangan yang paling gemilang atas Romawi, pengaruh kemenangan ini terus meluas ke negeri Anatolia dan kemudian jatuh ketangan mongolia.bersamaan lemahnya Mongolia, pemerintahan saljuk Romawi terpecah menjadi beberapa pemerintahan dengan kondisi yang lemah dan saling bertikai. Pemerintahan Usmaniyah lalu menguasainya pada waktu yang berbeda, kemudian menyatukan wilayah ini dibawah benderanya. Rentang sejarah antara tahun 923-1342 H dari sejarah Islam merupakan masa Usmaniyah. Hal ini karena kekuasaan Usmaniyah merupakan periode terpanjang dari halaman sejarah Islam. Selama 5 abad pemerintahan Usmaniyah telah memainkan peran yang pertama dan satu-satunya dalam menjaga dan melindungi kaum muslim. Usmaniyah merupakan pusat khalifah Islam yang terkuat pada masa itu, bahkan merupakan Negara paling besar di dunia. Sekalipun telah muncul pada tahun 699 H / 1299 M, namun pemerintahan ini belum menjadi khalifah. Orang-orang Usmaniyah belum mengumumkan kekhalifahan mereka, hingga akhirnya khalifah Abbasiyah di kairo menyerahkan kepada mereka kekhalifahannya pada tahun 923 H / 1517 M. Di Negara-Negara Arab pada masanya, kerajaan turki usmani merupakan kerajaan terbesar dan peling lama berkuasa, bralangsung selama enam abad lebih (1281-1924 M). pada masa pemerintahan turki Usmani, para sultan bukan hanya merebut negri-negri Arab, tetapi juga seluruh wilayah kaukasus dan wina bahkan sampai ke balkan. Dengan demikian tumbuhlah pusat-pusat Islam di Trace, Mecodonia, dan sekitarnya. Eksistensi kerajaan turki Usmani sangnat diperhitungkan oleh ahli-ahli politik barat. Hal ini didasarkan pada realita sejarah bahwa selama berabad-abad kekuasanya, turki telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan peradaban, baik dikawasan Negara-negara Arab, Asia bahkan Eropa. B. Rumusan masalah 1. Bagaimana pengaruh letak geografis Turki? 2. Bagaimana proses munculnya kerajaan Turki Usmani? 3. Bagaimana perkembangan peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Usmani? 4. Apa saja faktor-faktor runtuhnya kerajaan Turki Usmani? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui pengaruh letak geografis Turki. 2. Mengetahui asal mula kerajaan Turki Usmani. 3. Mengetahui perkembangan peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Usmani. 4. Mengetahui faktor-faktor runtuhnya kerajaan Turki Usmani. BAB II PEMBAHASAN A. Pengaruh Letak Geografis Turki Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas wilayah sekitar 814.578 kilometer persegi, 97% (790.200 km persegi) wilayahnya terletak di benua Asia dan sisanya sekitar 3% (24.378 km persegi) terletak di benua Eropa. Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan antara Timur dan Barat. Bangsa Turki diperkirakan berasal dari Asia Tengah. Secara historis, bangsa Turki mewarisi peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam, Arab dan Persia sebagai warisan dari Imperium Usmani dan pengaruh negara-negara Barat Modern. Hingga saat ini bangunan-bangunan bersejarah masa Bizantium masih banyak ditemukan di Istanbul dan kota-kota lainnya di Turki. Yang paling terkenal adalah Aya Sofya, suatu gereja di masa Bizantium yang berubah fungsinya menjadi masjid pada masa Khalifah Usmani dan sejak pemerintahan Mustafa Kemal hingga kini dijadikan museum. Peradaban Islam dengan pengaruh Arab dan Persia menjadi warisan yang mendalam bagi masyarakat Turki sebagai peninggalan Dinasti Usmani. Islam di masa kekhalifahan diterapkan sebagai agama yang mengatur hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan Allah SWT sebagai Khalik, Sang Pencipta, dan juga suatu sistem sosial yang melandasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam yang muncul di Jazirah Arab dan telah berkembang lama di wilayah Persia, berkembang di wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki dengan membawa peradaban dua bangsa tersebut. Perkembangan selanjutnya memperlihatkan pengaruh yang kuat kedua peradaban tersebut ke dalam kebudayaan bangsa Turki. Kondisi ini menimbulkan kekeliruan pada masyarakat awam yang sering menganggap bahwa bangsa Turki sama dengan bangsa Arab. Suatu anggapan yang keliru yang selalu ingin diluruskan oleh bangsa Turki sejak tumbuhnya nasionalisme pada abad ke-19. Selanjutnya arah modernisasi yang berkiblat ke Barat telah menyerap unsur-unsur budaya Barat yang dianggap modern. Campuran peradaban Turki, Islam dan Barat, inilah yang telah mewarnai identitas masyarakat Turki. Masyarakat Indonesia mengenal Turki sebagai suatu negara berpenduduk mayoritas Muslim. Kita juga mengenal Turki sebagai bangsa yang pernah memimpin dunia Islam selama tujuh ratus tahun, dari permulaan abad ke-13 hingga jatuhnya Kekhalifahan Usmani pada awal abad ke-20. Fenomena kehidupan masyarakat Turki menjadi menarik ketika negara Turki yang berdiri tahun 1923 menyatakan sebagai sebuah negara sekuler, di mana Islam yang telah berfungsi sebagai agama dan sistem hidup bermasyarakat dan bernegara selama lebih dari tujuh abad, dijauhkan peranannya dan digantikan oleh sistem Barat. B. Asal Mula Kerajaan Turki Ustmani Bangsa Turki mempunyai dua dinasti yang berhasil mengukir sejarah dunia. Pertama, dinasti turki saluk dan kedua dinasti turki utsmani. Namun akhirnya kerajaan turki saljuk hancur oleh seragan pasukan mongol, yang nantinya merupakan moment terbentuknya dinasti turki utsmani. Kerajaan Turki Usmani muncul di pentas sejarah Islam pada periode pertengahan. Masa kemajuan Dinasti ini dihitung dari mulai digerakkannya ekspansi ke wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu mereka. keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut. Pendiri dari kerajaan Turki ini adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus salah satu anak suku Turki yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana (maa wara al-Nahr). Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi kearah Barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol Pada abad ke-13 saat Chengis Khan mengusir orang-orang Turki dan Khurasan dan sekitarnya. Kakeknya Usman, yang bernama Sulaeman bersama pengikutnya bermukim di Asia Kecil. Setelah reda serangan Mongol terhadap mereka, Sulaeman menyeberangi Sungai Efrat (dekat Allepo). Namun, ia tenggelam empat putera Sulaeman yang bernama, Shunkur, Gundogdur, al-Thugril, dan Dundar. Dua puteranya yang pertama kembali ke tanah air mereka. Sementara dua yang terakhir bermukim didaerah Asia Kecil. Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdikan dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil. Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Erthogrol terus membina wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium. Pada tahun 1288 Erthogrol meninggal dunia, dan meninggalkan putranya yang bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. usman inilah yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan diraih oleh Usman. Dan berkat keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan Broessa dapat ditaklukkan. Keberhasilan Usman ini membuat Sultan Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada Usman. Bahkan Usman diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya selalu disebut dalam do’a setiap khutbah Jum’at. Penyerangan Bangsa Mongol pada tahun 1300 ke wilayah kekuasaan Saljuk Rum mengakibatkan terbunuhnya Sultan Saljuk tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris kesultanan. Dalam keadaan kosong itulah, Usman memerdekakan wilayahnya dan bertahan terhadap serangan bangsa Mongol. Usman memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya dengan nama Kesultanan Usmani. Pada awalnya Kerajaan Turki Usmani hanya memiliki wilayah yang sangat kecil, namun dengan adanya dukungan militer, tidak berapa lama Usmani menjadi kerajaan yang sangat besar dan bertahan dalam kurun waktu yang lama. Setelah Usmani meninggal pada 1326, puteranya Orkhan (Urkhan) naik tahta pada Usia 42 tahun. Pada periode ini tentara islam pertama kali masuk Eropa. Orkhan berhasil mereformasi dan membentuk tiga pasukan utama tentara. Pertama tentara sipahi(tentara reguler) yang mendapatkan gaji pada tiap bulannya. Kedua, tentara Hazeb (tentara ireguler) yang digaji pada saat mendapatkan harta rampasan perang (Mal al-Ghanimah). Ketiga tentara jenisari direkrut pada saat berumur 12 tahun, kebanyakan adalah anak-anak kristen yang dibimbing Islam dan disiplin yang kuat. Sejak saat itu, dalam sejarah Islam terdapat dua jabatan penting yang dikuasai oleh seorang penguasa. Yaitu, sebagai sultan untuk kekuasaan Turki dan sebagai khalifah bagi seluruh dunia Islam. Sepeninggal Salim I digantikan Sulaiman Agung 1520-1566 M, ia sebagai penguasa Usmani yang berhasil membawa kejayaan Islam. Ia dijuluki sebagai Sulaeman al-Qanuni. Sulaeman bukan hanya sultan yang paling terkenal dikalangan Turki Usmani, akan tetapi pada awal ke-16 ia adalah kepala negara yang paling terkenal di dunia. Ia seorang penguasa yang saleh, ia mewajibkan rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa dibulan Romadhon, jika ada yang melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sangsi badan. Sulaiman juga berhasil menerjemahkan al-Qur’an dalam bahasa turki. Sekitar dua pertiga abad setelah didirikan di Anatolia pada 1300 dengan mengorbankan kekaisaran Bizantium, dan didirikan di atas reruntuhan kerajaan Saljuk, kerajaan Turki Utsmani hanyalah sebuah emirat di daerah perbatasan. Negara ini selalu diliputi suasana peperangan dan pada saat itu senantiasa dalam keadaan genting. Ibukota negara ini, pertama kali didirikan pada 1326, adalah Brusa (Bursa). Mendekati 1366, emirat itu telah berkembang lebih stabil, mendapatkan pijakan yang lebih kokoh di daratan Eropa, dan berkembang menjadi sebuah kerajaan besar dengan Adrianopel (Edirna) sebagai ibukotanya. Penaklukan Konstantinopel pada 1453 yang dipimpin oleh Muhammad II, Sang Penakluk (1451-1481) secara formal mengantarkan negara ini pada satu era baru yaitu era kerajaan. Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M.) sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan. Dalam hal ini, Syafiq A. Mughni membagi sejarah kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu: 1. Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid. 2. Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I. 3. Periode ketiga (1566-1699), periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II. 4. Periode keempat (1699-1838), periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II. 5. Periode kelima (1839-1922) periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administrasi dari negara di bawah pengaruh ide-ide barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II. C. Peradaban Pada Masa Kerajaan Turki Sebelum Tanzimat Sebagai diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau dunia dan kekuasaan spritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian Raja Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam. Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi sadrazam untuk urusan pemerintahan dan syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tidak mempunyai banayak suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Dikala Sultan berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam menjalankan pemerintahan. Syaikh al-Islam yang mengurus bidang keagamaan dibantu oleh qadhi askar al-rumali yang membawahi qadhi-qadhi wilayah Usamniyah bagian Eropa, sedang qadhi askar andulymembawahi qadhi-qadhi wilayah Usmaniyah di Asia dan Mesir. Dalam melaksanakan tugasnya para qadhi tersebut merujuk kepada mazhab Hanafi. Hal ini yang disebabkan mazhab yang dipakai oleh Sultan adalah mazhab Hanafi. Bentuk-bentuk peradilan pada masa ini: 1.Mahkamah Biasa/Rendah (al-Juziyat), yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara pidana dan perdata. 2.Mahkamah Banding (Mahkamah al-Isti’naf), yang bertugas meneliti dan mengkaji perkara yang berlaku. 3.Mahkamah Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au al-Naqd wa al-Ibram), yang bertugas memecat para qadhi yang terbukti melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum. 4.Mahkamah Agung (Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya), yang langsung di bawah pengawasan Sultan. Lembaga peradilan (qadha’) pada masa ini belum berjalan dengan baik, karena terdapat intervensi dari pemerintah, bahkan sistem peradilan dikuasai oleh kroni-kroni dan pejabat pemerintah. Jadi belum tampak dengan jelas pemisahan antara urusan agama dan pemerintahan.   Masa Tanzimat (1839-1876 M) Secara etimologi tanzimat berasal dari kata nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhimat, yang berarti mengatur, menyusun, dan memperbaiki. Term ini dimaksudkan untuk menggambarkan seluruh gerakan pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani pada pertengahan abad ke-19. Gerakan ini ditandai dengan munculnya sejumlah tokoh pembaharuan Turki Usmani yang belajar dari Barat yaitu bidang pemerintahan, hukum, administrasi, pendidikan, keuangan, perdagangan dan sebagainya. Tanzimat merupakan suatu gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566 M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni. Namun pembaharuan yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud II (1808-1839 M). Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai perubahan internal diantaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum. Sultan Mahmud II juga dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh syari’at Islam (tasyr’ al-dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum yang bukan syari’at(tasyri’ madani). Hukum syari’at terletak di bawah kekuasaansyaikh al-Islam, sedangkan hukum bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang hukum untuk mengaturnya, hukum yang bukan syari’at ini diadopsi dari Eropa, Perancis dan negeri asing lainnya. Diantaranya adalah al-Nizham al-Qadha al-Madani(Undang-undang Peradilan Perdata). Dengan penerapan al-Nizham al-Qadha al-madani (Undang-undang Peradilan Perdata) dalam peradilan muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang terdiri dariQadha al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i(Peradilan Agama ). Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud II memberikan indikasi sudah adanya pemisahan urusan agama dan urusan dunia. Kemunculan tanzimat dilatarbelakangi oleh: 1. Khusus bidang hukum terjadinya persentuhan hukum Barat dan hukum Islam 2. Muncul para tokoh tanzimat yang ingin membatasi kekuasaan Sultan yang absolut. Disamping itu pada masa ini kondisi masyarakat terdiri dari tiga lapisan yaitu: 1. Tradisional, yang mempertahankan dan membangun pemikiran berdasarkan fiqh dan berpijak pada mazhab yang ada. Karena fiqh dianggap telah mapan dan sempurna sehingga mereka berpendapat mazhab ini harus dikembangkan dan disosialisasikan. 2. Modernisme, yang menawarkan agar fiqh perlu diseleksi dan dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. 3. Reformasi, melontarkan gagasan, bahwa fiqh yang ada tidak mampu merespon berbagai perkembangan yang muncul sebagai akses perkembangan zaman dan kebutuhan manusia yang multi dimensionalitas. Oleh karena itu diperlukan fiqh baru, yang menafsirkan nash secara kontekstual. Agaknya keadaan masyarakat ini juga mempengaruhi munculnya pembaharuan lebih-lebih lapisan modernisme dan reformasi. Realisasi pembaharuan ini dimulai dengan diumumkannya Piagam Gulhane (Khatt-i Syarif Gulhane) pada tanggal 3 Nopember 1839 M, kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Piagam Humayun (Khatt-i Syarif al-Humayun) pada tahun 1856 M. Gerakan ini terjadi pada masa Sultan Abdul Majid (1839-1861 M) putra Sultan Mahmud II. Piagam Gulhane berisikan berbagai bentuk perubahan yang pada masa permulaan kerajan Turki Usmani, syari’at Islam dan Undang-undang Negara dipatuhi, sehingga negara menjadi kokoh dan kuat. Untuk kembali pada masa tersebut, maka perlu diadakan perubahan-perubahan yang membawa kepada pemerintahan yang baik, yaitu: 1. Terjaminnya ketentraman hidup, harta kehormatan dan warga negara. 2. Peraturan mengenai pemungutan pajak. 3. Peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas meliter. Selanjutnya dijelaskan bahwa tertuduh akan diadili secara terbuka dan sebelum pengadilan pelaksanaan hukuman mati dengan racun dan jalan lain tidak dibolehkan. Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang juga tidak diperkenankan. Hak milik terhadap harta dijamin dan tiap orang mempunyai kebebasan terhadap harta yang dimilikinya. Ahli waris dari yang kena hukuman pidana tidak boleh dicabut haknya untuk mewarisi, dan demikian pula harta yang kena hukuman pidana tidak boleh disita. Melihat muatan Piagam Gulhane ini terlihat adanya usaha pembaharu untuk melakukan rekonsiliasi antar muslim tradisional dengan kemajuan, serta institusi-institusi baru yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, bahkan bisa menampung kebutuhan mereka. Menjamin keamanan hidup, ketenangan, jaminan kepemilikan. Satu hal yang penting dalam piagam ini adalah adanya ketentuan bahwa aturan-aturan itu berlaku untuk semua lapisan masyarakat dan semua golongan agama tanpa ada pengecualian. Atas dasar piagam ini, maka terjadi beberapa pembaharuan dalam berbagai institusi kemasyarakan Turki Usmani. Diantaranya dalam bidang hukum dirumuskannya kodifikasi hukum perdata oleh Majelis Ahkam al-Adliyah dan hukum pidana. Sedang dibidang pemerintahan adanya sistem musyawarah dan di bidang pendidikan adanya pemisahan antara pendidikan umum dan agama, serta kekuasaan pendidikan umum dilepaskan dari kekuasaan ulama. Pada masa ini mulai masuk pengaruh sistem pendidikan Barat. Agaknya sejak saat ini pemisahan pendidikan antara hukum dan agama ini berlaku sampai sekarang. Selanjutnya pada tahun 1856M Sultan Abdul Majid mengumumkan belakunya piagam Humayun yang lebih banyak mengandung pembaharuan terhadap kedudukan orang Eropa dan non muslim yang berada di bawah kekuasaan Turki Usmani, sehingga antara orang Eropa dan rakyat Islam Turki tidak ada perbedaan lagi artinya mereka mempunyai hak yang sama dalam hukum. Walaupun piagam Humayun dikeluarkan untuk memperkuat keberadaan piagam Gulhane, namun jika diperhatikan lebih jauh piagam ini memberikan hak dan jaminan kepada bangsa Eropa untuk semakin memantapkan keberadaan di Turki Usmani. Sikap pro-Barat ini pada akhirnya membawa kelemahan terhadap kerajaan Turki Usmani dalam menghadapi Eropa. Dapat dipahami bahwa perkembangan tasyri’ pada masa tanzimat di kerajaan Turki Usmani banyak dipengaruhi oleh hukum dari Barat, artinya telah bercampur hukum Islam dengan hukum Barat. Sedangkan Piagam Gulhane menyatakan penghargaan tinggi pada syari’at Islam tetapi juga mengakui perlunya diadakan sistem baru. Hukum baru yang disusun banyak dipengaruhi oleh hukum Barat. Apalagi piagam Humayun yang secara tegas diperlakukan untuk non Islam dan Eropa. Pada masa ini telah ditetapkan pedoman hakim dalam menetapkan hukum, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Dusturiyah pada tahun 1293 H/1877 M. Sehingga terhindar dari hawa nafsu dan keinginan pribadi dalam menetapkan hukum. Dan juga didirikan Mahkamah al-Tamyiz (al-Naqdu) yang merupakan lembaga yang diberi wewenang untuk memecat para qadhi yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, karena dianggap tidak melaksanakan tugas sesuai yang ditetapkan. Namun pada akhirnya lembaga yang didirikan serta undang-undang yang berlaku sebagaimana mestinya karena ada unsur korupsi dan kolusi dalam pemerintahan. Kondisi ini menjadikan peradilan seperti barang dagangan yang diperjualbelikan. Kerajaan Turki usmani merupakan salah satu kerajaan Islam yang bertahan lama yang mampu mengembangkan peradaban dalam berbagai hal. Selain pembangunan dalam bentuk fisik, perkembangan pesat juga terjadi dalam hal pemikiran. A. Bidang Pendidikan Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuan-kemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat diraihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M). Sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil. Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya dalam bidang pendidikan. Salah satu lembaga yang maju pada masa turki usmani adalah madrasah, didorong dengan mempelajari beragam ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan berserak saat berlangsungnya pemerintahan Turki Usmani. Salah satunya adalah madrasah. Bukan hanya kuantitas bangunan yang menjadi perhatian, juga kualitas pendidikan. Terobosan bermakna dalam hal ini adalah perumusan kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan di madrasah berkembang secara dinamis menuju ke arah lebih baik. Salah satu hal yang berlaku dalam proses pengajaran di madrasah Turki Usmani adalah mendorong para siswa untuk mengakses sebanyak mungkin buku yang membahas beragam bidang ilmu. Hal ini merupakan uraian perinci dari tujuan utama pendirian lembaga pendidikan berupa madrasah. Yaitu, melahirkan siswa Muslim yang memiliki banyak pengetahuan dan memegang teguh nilai-nilai moral yang baik dan benar. Madrasah digiring untuk menciptakan para siswa yang pandai sekaligus baik hati dan berbudi luhur. Pada masa pemerintahan Sultan Suleiman, terdapat kode hukum yang menjabarkan secara umum mengenai tujuan pendidikan.Disebutkan dalam kode hukum itu bahwa tujuan pendidikan adalah guna memahami misteri penciptaan dan membangun sebuah negara yang berjalan secara teratur dan baik. Ini diyakini akan menjamin kelestarian, ketertiban, dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan lainnya, pendidikan menjadi sebuah sarana untuk menuai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Lalu, mendapatkan penjelasan mengenai kebajikan, bakat, dan agama, hingga akhirnya para siswa memiliki kapasitas yang baik. Sejumlah sumber menyebutkan mengenai penetapan tujuan dan kurikulum pendidikan di madrasah itu. Di antaranya, berasal dari cendekiawan Ahmed bin Isameddin, yang hidup pada abad ke-16. Bahkan, ia merupakan seorang pengajar di madrasah. B. Bidang kemiliteran Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat sehingga dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Kemajuan kerajaan Usmani tidak semata mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Faktor-faktor tersebut adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja. Strategi yang dilakukan diantaranya adalah: 1. Kekuatan militer diorganisasi dengan baik dan teratur. Untuk pertama kali dilakukan ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa yang mencapai kemenangan. Ekspansi kerajaan ini pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timuryang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama islam. 2. Mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer. Hal ini dilakukan Orkhan ketika kesadaran prajuritnya menurun. 3. Pembaharuan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissariatau Inkisyariah. Pasukan Inkisyariah adalah tentara utama Dinasti Usmani yang terdiri dari bangsa Gerrgia dan Armenia yang baru masuk islam. Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non muslim. 4. Disamping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum feudalyang dikirim kepada pemerintah pusat yaitu kelompok militer Thaujiah. Kelompok ini mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan Tuki Usmani terutama dalam pembenahan Angkatan laut. Sehingga pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. 5. Tabiat bangsa turki yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan yang diwarisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah menyebabkan fokus kegiatan mereka juga lebih menonjol dalam bidang militer. 6. pasukan Turki terus diperbesar dengan merekrut pendatang-pendatang baru orang-orang Turkmen dari timur, yang ingin menjadi ghazi atau prajurit iman melawan orang Kristen, dan dari ghazi-ghazi inilah dinasti Usmnaniyyah mendapatkan tradisi militer dan semangat yang member jalan baginya untuk berkembang dan maju dan akhirnya mencaplok semua kesultanan Turki lainnya yang lebih statis. C. Bidang Budaya dan Sosial Adapun mengenai budaya sosial, budaya Turki Usmani sangat di pengaruhi oleh tiga budaya. Dari kebudayaan persia mereka mengambil ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana. Ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi , sosial, kemasyarakatan, dan keilmuan mereka mengambil dari Bangsa Arab. Sedangkan pemerintahan dan organisasi kemiliteran mereka banyak dapat dari Bizantium. Dalam menjalankan ilmu pemerintahan, pemimpin turki Usmani menggunakan dua gelar sekaligus yaitu khalifah dan sultan. Khalifah sebagai simbol penguasa dunia dan khalifah juga symbol sebagai penguasa spritual (agama). Secara praktis, pemimpin turki Usmani memiliki dua pembantu utama. 1. Mufti atau Syaykh al-Islam yang berwenang mewakili pemimpin turki Usmani dalam melaksanakan wewenang spiritual. 2. Shadhr al- A’zham (perdana mentri) yang berwenang mewakili pemimpin Turki Usmani dalam melaksanakan duniawi. Ulama dan sejumlah karyanya yang dihasilkan pada masa Turki Usmani adalah: 1. Mustafa Ali (1541-1599), ahli sejarah. Diantara karyanya adalah Kunh al-Akhbar, yang berisi sejarah dunia dari Adam As sampai Yesus, sejarah Islam awal hingga Turki Usmani. 2. Evliya Chelebi (1614-1682), ahli ilmu sosial. Diantara karyanya adalah Seyabat Name (buku pedoman perjalan) yang berisi tentang masyarakat dan Turki Usmani. 3. Arifi (1561), sejatawan istana. Diantara karyanya adalah Shah-name –I al-Osman yang berisi cerita tentang keluarga raja-raja Usmani. Selain meninggalkan buku-buku sebagai kekayaan sejarah, Turki Usmani juga meninggalkan sejumlah bangunan yang memperlihatkan keunggulan penguasaan teknologi pada zamannya. Masjid Aya Sophia, Masjid Agung Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid Abu Ayub Al-Anshari, masjid Byazid dan masjid Sulaiman al-Qanuni, merupakan masjid yang berasitektur tinggi dengan menggunakan “kubah batu” yang menggambarkan persaingan antara Islam dengan Kristen. D. Bidang Keagamaan Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat di golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itru, ajaran ajaran thorikot berkembang dan juga mengalami kemajuan di Turki Usmani. 1) Adanya jabatan Mufti sebagai Pejabat urusan agama tertinggi, yang memiliki kuasa legitimasi dalam hukum kerajaan. 2) Dalam bidang Tasauf berkembang tiga tarekat besar yang memberikan dukungan kuat bagi kerajaan: a) Tarekat Baktasyi, Tarekat ini dibawa oleh Ahmad Yasawi (1169 M) dan pengikutnya pernah menjadi tentara yang sangat tangguh dalam berbagai penaklukan yang dilakukan oleh kerajaan Turki Usmani. b) Tarekat Maulawiyah, tarekat ini dibawa oleh Jalaluddin Rumi (1273 M), ia memperkenalkan sama’, sebuah tarian untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan zikir tertentu. c) Tarekat Naqsabandiyah, tarekat ini memperkenalkan zikir khafi (diam/tidak bersuara) dan masih berkembang sampai saat ini. E. Bidang Ekonomi Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya: Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun. Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu. Orang Turki terkenal pandai berbaur dengan masyarakat bangsa-bangsa lain, mereka terbuka dengan berbagai kebudayaan. Sementara itu Usmani mempunyai wilayah kekuasaan yang sangat luas. Maka, latar belakang ini menyebabkan kebudayaan Usmani bercorak pluralistik. Diamna antara dipusat dengan didaerah, atau antara didaerah lai, bisa berbeda. Diantara unsur kebudayaan yang paling menonjol disana adalah kebudayaan Persia, Bizantine, dan Arab. Kebudayaan persia lebih banyak menyumbangkan aspek-aspek etika terutama etika kehidupan istana. Sedang kebudayaan Bizantine lebih menonjolkan organisasi pemerintahan dan kemiliteran. Ajaran-ajaran tentang ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan bahasa diambil dari bangsa Arab. Sebagai bangsa yang berdarah militer, Usmani lebih menonjolkan kegiatan dibidang kemiliteran, sedangkan dalam bidang ilmu pengetahuan tidak begitu menonjol. Meskipun demikian, dalam batas-batas tertentu seni arsitektur Islam tidak luput dari perhatian Usmani. Masjid jami’ Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub al-Anshari dibangun dengan mempertimbangkan unsur-unsur seni seperti hiasan kaligrafi Arab yang indah. Dalam bidang keagamaan, Usmani sangat memperhatikan kehidupan keagamaan dimasyarakat. Khususnya dalam aspek-aspek sosial keagamaan dan pelaksanaan hukum-hukum Agama. Kekhalifahan ini lebih bercorak keagamaan, sehingga ia sendiri sangat terikat dengan syari’at sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Ulama menjadi sangat penting, khususnya ketika masa-masa kejayaan Usmani. Dari sisi ilmu-ilmu Agama, sebenarnya kurang berkembang, justru sebaliknya, kehidupan bermadzhab lebih menonjol sebagai salah satu tanda bahwa masyarakat merasa cukup dengan ilmu-ilmu agama yang pernah dibangun oleh para ulama terdahulu dimasa Bani Abbas. D. Faktor-Faktor Yang Mempengarui Kemunduran Dan Kejatuhan Turki Utsmani 1. Wilayah kekuasaan yang terlalu luas Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan Usmani, menyebabkan pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki Usmani hanya mengadakan ekspansi, tanpa mengabaikan penataan sistem pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri. 2. Heterogenitas penduduk Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai kerajaan, mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di kerajaan Turki terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya penduduk, maka jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca Sulaiman tidak memiliki administrasi pemerintahan yang bagus di tambah lagi dengan pemimpinpemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangsai yang jelek. 3. Kelemahan para penguasa Penguasa yang tidak cakap Setelah sultan Sulaiman II al-Qanuni. Kelemahan ini lebih disebabkan masuknya sikap hedonisme di kalangan istana, seperti suka bermewah-mewahan, minum-minuman kras, dan wanita penghibur, hal ini menimbulkan perselisihan dilingkungan istana. 4. Budaya Pungli Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama dikalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan). 5. Pemberontakan-Pemberotakan Tentara Jenissari Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan. 6. Merosotnya Ekonomi Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian kerajaan Turki pun merosot 7. Kurang berkembangnya ilmu pengetahuan Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.   BAB III ANALISIS Dalam kurun waktu 6 abad berkuasa, kerajaan turki usmani telah diakui oleh sejarah sebagai kerajaan islam terbesar dan terlama dibanding dengan kerajaan islam lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal penting sehingga kerajaan ini mampu bertahan sedemikian lamanya. Penulis ingin menganalisis dari bebagai aspek, yaitu: Sistem sosial masyarakat, salah satu kunci kesuksesan dan keberhasilan turki usmani adalah adanya persatuan di antara masyarakatnya yang begitu banyak, (pada tahun 1520 jumlah penduduk kerajaan turki usmani adalah 11,692,480 peduduk). Persatuan ini oleh pemerintah diwadahi dalam bentuk organisasi keagamaan bernama millet. Millet adalah kelompok agama yang diperbolehkan membangun komunitasnya sendiri di bawah peraturan dan perlindungan kerajaan turki usmani. pluralitas yang diberikan pada rakyatnya mampu memberikan rasa persatuan bagi rakyat dari berbagai wilayah yang ditaklukannya sehingga, semua masyarakatnya bersatu. Namun pada akhirnya sistem ini runtuh bersamaan dengan munnculnya paham nasionalisme yang disebarkan oleh bangsa barat, yang memang bertujuan menyerang dari dalam masyarakatnya. Sehingga setiap wilayah / kerajaan kecil yang ditaklukannya mulai memberontak dari dalam atas semangat nasionalisme mereka, masyarakat kerajaan turki usmani pun kemudian terpecah belah, setelah sebelumnya bersatu, bahkan kerajaan turki usmani mendapat julukan “The Sickman Europe” (Orang Eropa yang sakit). Hal ini kemudian ingin dihilangkan dengan memberikan paham pan-turkisme, paham untuk menyatukan seluruh masyrakat turki, namun paham ini tidak bisa diterima rakyat, berlanjut dengan paham pan-islamisme oleh Sultan Abdul Hamid II, paham yang menyerukan umat islam bersatu secara politik, persatuan ini diwujudkan berupa pengakuan sultan turki usmani sebagai khalifah umat islam, gagasan ini berhasil mendapat simpati umat islam untuek beberapa tahun. Namun perlawanan barat tidak berhenti sampai di situ, kartu As terakhir mereka adalah mengusung paham demokrasi yang kemudian mengakhiri kerajaan turki usmani dan memunculkan republik turki yang dipelopori oleh Mustafa kemal attaturk. Kekuatan militer, berbeda dengan kerajaan-kerajaan islam sebelumnya, kerajaan turki usmani, mulai dari raja pertamanya Usman hingga raja terhebatnya Sulaiman Al Qanuni, lebih memfokuskan pada perkembangan militer. Hal ini dikarenakan bangsa turki terkenal sebaga bangsa yang berdarah militer, sehingga semangat militernya sangat kuat, untuk itu sebagian besar APBN kerajaan dipergunakan untuk membiayai prajurit perang daripada untuk keperluan lain, seperti agama, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Bahkan untuk memperbanyak prajurit, raja kedua turki usmani, Orkhan mengangkat Bangsa-bangsa non-Turki sebagai prajurit, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non muslim. Hal ini menjadikan kerajaan ini lebih kuat dibandingkan kerajaan-kerajaan lain, sehingga semakin banyak wilayah yang ditaklukkan maka semakin banyak pula prajurit-prajurit baru yang dapat dilatih untuk dijadikan tentara islam. Jadilah kerajaan turki usmani kerajaan yang hebat dan berwilayah yang luas. Sistem pemerintahan, saat wilayah semakin luas, tentunya sistem pemerintahan harus hebat juga, dalam mengelola wilayah yang luas sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Sulaiman Al Qanuni menerapkan sistem pemerintahan pembagian wilayah kekuasaan, sehingga dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-’alawiyah (bupati). Hal ini menjadikan kerajaan turki usmani pada masa sulaiman Al-Qanuni bisa mengatur wilayah yang sedemikian besarnya. Ilmu pengetahuan, meskipun kerajaan turki usmani hebat dalam hal sistem militer dan sistem pemerintahan, namun mereka tidak terlalu memperhatikan ilmu pengetahuan, yang sebenarnya bisa lebih memperkuat tenaga militer. APBN Negara sebagian besar dipergunakan untuk membiayai pendidikan militer bangsa-bangsa non-turki untuk dijadikan prajurit islam yang kuat, sehingga hanya sedikit yang dipergunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan kelemahan tersendiri bagi mereka. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan barat yang lebih memfokuskan perhatian pada ilmu pengetahuan, sehingga perkembangan ilmu pengetahuannya berkembang pesat, yang kemudian memperkuat militer dengan senjata-senjata api baru, yang tidak dimiliki oleh turki usmani. ketika bangsa turki usmani diserang oleh bangsa barat dengan senjata baru mereka, bangsa turki usmani mulai kekualahan. Sehingga pasca kehebatan dan wilayahnya yang luas, sedikit demi sedikit kerajaan ini mulai digerogoti, baik dari luar kerajaan maupun dari dalam kerajaan (pemberontak). Munculnya kaum elit, bahwa raja-raja setelah sulaiman al qanuni, kurang bisa mengatur pemerintahannya, bahkan ditambah lagi munculnya kaum elit kapitalis di wilayah pemerintahan, sehingga individualitas antar pemimpin dan golongan-golongan elit semakin tumbuh, yang berlanjut dengan penumpukan harta umtuk kepentingan masing-masing, hal ini dimanfaatkan oleh Negara-negara yang telah dikuasainya untuk memerdekakan diri, mereka tidak mau lagi dimanfaatkan tenaganya oleh bangsa turki untuk dijadikan tentara, disamping itu serangan-serangan barat pada wilayah terluar kerajaan juga semakin memperburuk suasana pemerintahan, anggaran dana yang seharusnya dipergunakan untuk memperkuata pertahanan militer Negara sebagian besar dikuasai dan dimonopoli oleh kaum elit kerajaan, hal ini mengakibatkan semangat berperang prajurit melemah karena tidak adanya dana untuk peperangan yang memadai, sehingga perlahan-lahan wilayah kerajaan mulai mengalami penyusutan, hingga pada tahun 1924 kerajaan turki usmani berubah menjadi republik turki.   BAB IV KESIMPULAN Kerajaan turki utsmani merupakan kerajaan yang dipimpin oleh 40 sultan. Pada abad pertengahan memang masa yang paling bersejarah bagi bangsa arab, bahkan kemunduran bagi bangsa barat, dalam segi pandang kerajaan, kekuasaan wilayah adalah yang terpenting. Turki utsmani yang memimpin selama kurang lebih 6 abad memberikan bukti kejayaannya sampai ke Eropa, akan tetapi dari stagnanisasi bangsa utsmani mereka lebih memajukan kemiliteran mereka dari pada pendidikannya, bagi mereka kemiliterannya adalah satu hal yang terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pemimin, dengan orientasi penalukan konstantinopel, membuat mereka menjadi bersemangat untuk menjadikan kerajaan turki utsmani menjadi symbol kejayaan islam. Penyimpangan orientasi mereka ini membuat terlena dengan keluasan wilayah sehingga membuat mereka meninggalkan perkembangan pendidikan mereka. Berbeda dengan bangsa Eropa yang telah mengugguli mereka, kemunduran kerajaan turki utsmani ini terlihat dari bagian bagian wilayah yang dikuasai oleh turki utsmani ini mulai tergerak ingin merubah hidupnya menjadi yang lebih baik dan muncul paham kapitalisme individual sehingga sebagian mereka ingin melepaskan diri. Tampaknya pengaruh barat mulai mendapatkan hasil dengan kelemahan kerajaan turki ini, dan terlahir paham-paham yang ingin membebaskan, sehingga paham turki sendiri tidak dapat menghalangi mereka.   DAFTAR PUSTAKA • Abdul M. Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007. • Hasan Abu Ali al-Nadwi. Islam Membangun Peradaban Dunia. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1988. • Hodgson, Marshall G. S. Rethinking world history. Cambridge: Cambridge University Press. 2002. • K. Philip Hitti. History Of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008. • Lois Ma’luf, Al-Munjid fi Lughah wa al- A’lam. Beirut: Dar al-Masyriq. • Maryam, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: LESFI, 2004. • Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2005. • Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1996. • Nurhakim Moh. Sejarah Dan Peradaban Islam. Malang: UMM Press, 2004. • SJ. Fadil. Pasang Surut Pereadaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Malang: UIN-Malang Press. 2008. • Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008.
 
;