Minggu, 23 Februari 2014

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

A. KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA

1. Kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan di Indonesia Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab. Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin. Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi. Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani. Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).

2. Munculnya Pemukiman-Pemukiman di Kota Pesisir Sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim. Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Nusantara. Seperti pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton. Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya. Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah oleh dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh dan Minangkabau menjadi lahan dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan tentang alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu jejak Islam yang berakar sejak mula masuk ke Nusantara. Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai-Aceh menjadi kerajaan Islam pertama yang dikenal dalam sejarah. Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada tahun 674 sampai 675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang tak lain adalah sahabat Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Muawiyah yang juga pendiri Daulat Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan menyelidiki kondisi tanah Jawa kala itu. Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan. Maka, bisa dibilang Islam merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan hijriah. Jika demikian, maka tak heran pula jika tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar dengan Kerajaan Giri, Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon. Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan. Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal memang adalah Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa. Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.

 3. Cara Islamisasi Di Indonesia Perjalanan dakwah awal Islam di Nusantara tak terbatas hanya di Sumatera atau Jawa saja. Hampir seluruh sudut kepulauan Indonesia telah tersentuh oleh indahnya konsep rahmatan lil alamin yang dibawa oleh Islam. Ada beberapa contoh islamisasi di kepulauan Nusantara, seperti :
a. Islamisasi Kalimantan Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu. Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan. Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (Baca: Empat Sekawan Ulama Besar)
b. Islamisasi Sulawesi Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar. Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate. Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar. Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.
c. Islamisasi Maluku Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya. Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
d. Islamisasi Papua Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu besar.
e. Islamisasi Nusa Tenggara Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke Nusa Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula. Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis. Dengan data dan perjalanan Islam di atas, sesungguhnya bisa ditarik kesimpula, bahwa Indonesia adalah negeri Islam. Bahkan, lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan peran Islam di berbagai kerajaan tersebut di atas, Indonesia telah memiliki cikal bakal atau embrio untuk
membangun dan menjadi sebuah negara Islam.

B. PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA
1. Melalui perdagangan Para pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab tinggal selama berbulan-bulan di Malaka (lihat artikel Cara penyebaran agama Islam di Malaka) dan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Mereka menunggu angin musim yang baik untuk kembali berlayar. Maka terjadilah interaksi atau pergaualan antara para pedagang tersebut dengan raja-raja, para bangsawan dan masyarakat setempat. Kesempatan ini digunakan oleh para pedagang untuk menyebarkan agama Islam.
2. Melalui perkawinan Di antara para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia. Hingga sekarang di beberapa kota di Indonesia terdapat kampung Pekojan. Kampung tersebut dahulu merupakan tempat tinggal para pedagang Gujarat. Koja artinya pedagang Gujarat. Sebagian dari para pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia. Terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Kemudian diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang.
3. Melalui pendidikan Para ulama atau mubaliq mendirikan pondok-pondok pesantern di beberapa tempat di Indonesia. Di situlah para pemuda dari berbagai daerah dan berbagai kalangan masyarakat menerima pendidikan agama Islam. Setelah tamat mereka pun menjadi mubaliq dan mendirikan pondok pesantern di daerah masing-masing.
4. Melalui dakwah di kalangan masyarakat Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri terdapat juru-juru dakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya, antara lain :
- Dato'ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa (Sulawesi Selatan).
- Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai (Kalimantan Timur).
- Seorang penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar (Kalimantan Selatan). - Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa. Wali yang terkenal ada 9 wali, yaitu : Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) Sunan Ampel (Raden Rahmat) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) Sunan Giri (Raden Paku) Sunan Derajat (Syarifuddin) Sunan Kalijaga (Jaka Sahid) Sunan Kudus (Jafar Sodiq) Sunan Muria (Raden Umar Said) Sunan Gunung Jati (Faletehan) Para wali tersebut adalah orang Indonesia asli, kecuali Sunan Gresik. Mereka memegang beberapa peran di kalangan masyarakat sebagai : penyebar agama Islam pendukung kerajaan-kerajaan Islam penasihat raja-raja Islam pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam. Karena peran mereka itulah, maka para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat. 5. Menggunakan kesenian yang disesuaikan dengan keadaan Ketika agama Islam masuk ke Indonesia, kebudayaan Hindu masih berakar kuat. Para penyebar agama Islam tidak mengubah kesenian tersebut. Bahkan menggunakan seni budaya Hindu sebagai sarana menyebarkan agama Islam. Seni dan budaya yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Seni wayang kulit Cerita wayang kulit diambil dari kitab Mahabharata dan Ramayana. Perubahan diadakan, tetapi sedikit sekali. Misalnya, perubahan nama-nama tokoh-tokoh pahlawan Islam. Sunan Kalijaga adalah seorang wali yang sangat mahir mempertunjukkan kesenian wayang kulit.
2. Seni tari dan musik gamelan Pada upacara-upacara keagamaan dipertunjukkan tari-tarian tradisional. Tarian itu diiringi musik atau gamelan Jawa. Misalnya gamelan Sekaten pada waktu upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
3. Seni bangunan Coba anda amati wujud desain masjid-masjid kuno yang ada di tanah air ini. Misalnya, menara masjid kuno di Kudus, masjid kuno di dekat tuban, gapuranya mirip Candi Bentar, Masjid Sunan Kalijaga di Demak yang atapnya bertingkat-tingkat mirip pura Hindu. Masjid-masjid tersebut adalah bangunan Islam, tetapi dibangun mirip bangunan Hindu. Memang para penyebar agama Islam berudaha menyesuaikan bangunan-bangunan Islam dengan bangunan Hindu. Apakah tujuannya? Agar rakyat tidak mengalami perubahan secara mendadak. Bila seorang beragama Hindu masuk Islam dan bersembahyang di masjid, merasa seolah-olah masuk ke sebuah pura.
4. Seni hias dan seni ukir Kecuali bentuknya mirip candi, masjid-masjid kuno pun dihias dengan ukir-ukiran yang mirip ukir-ukiran khas Hindu.
5. Seni sastra Kitab-kitab ajaran Islam diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu. Dengan demikian, isinya mudah dipahami oleh rakyat.

C. PERKEMBANGAN POLITIK ISLAM DI INDONESIA
Politk Islam Masa Penjajahan Masa penjajahan Belanda Belanda datang ke Indonesia pada tahun 1596 dengan tujuan berdagang dan mencari rempah – rempah. Kemudian, pada tahun 1602 ketika orang Belanda yang datang semakin banyak Pemerintah Belanda mendirikan perusahaan perdagangan yang diberi nama VOC. Pada tahun1755 VOC berhasil menjadi pemegang hegemoni politik pulau Jawa dengan perjanjian Giyanti yang menyebabkan raja kehilangan kekuasaan politiknya. Di tambah lagi dengan ikut campurnya pemerintah kolonial terhadap kehidupan keraton yang menyebabkan peran ulama sebagai penasihat keraton semakin tersingkir. Eksploitasi dan perampasan tanah dan sistem tanam paksa yang menyengsarakan rakyat terus di galakkan oleh pemerintah kolonial sehingga semakin membuat rakyat semakin ketakutan dan mencari sosok pemimpin non formal ( ulama ) ketika peran para raja sudah dinggap tidak bisa mengayomi dan melindungi mereka. Akhirnya para ulama mendidik dan merekrut para santri dan masyarakat untuk dijadikan prajurit sukarela yang memiliki moral dan semangat berjihad untuk membela agama, bangsa dan negara. Mereka melakukan perlawanan dan pergolakan , setidaknya ada empat kali peperangan besar yang melibatkan para Ulama dan santri seperti perang Cirebon (1802-1806 ), perang Diponegoro ( 1825- 1830 ), perang Padri ( 1821-1838 ) dan perang Aceh (1873-1908) yang merupakan perang santri terlama sehingga Belanda menghadapi peperangan tersebut sampai akhir kekuasaanya, dimana para ulama tidak pernah absen melancarkan gerilya sampai tahun 1942 Kemudian seiring perjalanan waktu para ulama menyadari bahwa perjuangan mereka tidak akan berhasil kalau melanjutkan cara-cara tradisional. Oleh karena itu perlu diadakan perubahan perubahan yang walaupun berasal dari pengaruh kolonial sendiri, yaitu berjuang melalui organisasi-organisasi , baik bidang sosial pendidikan ataupun di bidang pergerkan politik. Diantara organisasi pergerakan sosial yang berdiri untuk kepentingan ummat adalah:
 -Pada tanngal 16 Oktober 1905 H.Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) -Pada tahun 1905 berdiri Jamiatul Khairiyah
-Pada tahun 1911 SDI berubah menjadi SI -Pada tanggal 18 November 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah,dasar gerakan ini adalah Alquran dan Sunnah ,anti taqlidisme, dan bid’ah dalam agama.
-Syekh Ahmad Syurkati mendirikan gerakan Al Irsyad
-A.Hasan dan K.H. Zamzam mendirikan Persatuan Islam 17 september 1923 di Bandung -Pada tanggal 31 Januari 1926 K.H.Hasyim Asy’ari mendirikan NU yang menitikberatkan pada kemurnian mazhab.
-Di Sumatera Barat berdiri PERTI pada tahun 1928
-Pada tanggal 30 November 1930 berdirilah Al Washliyah di Medan. Organisasi Pergerakan Politik :
-Sarekat Islam menjadi Partai Sarekat Islam pada tahun 1923
-Permi ( persatuan Muslimin Indonesia ) didirikan sesudah Thawalib Sumatera -Partai Arab Indonesia di bawah pimpinan AR. Baswedan didirikan untuk memperjuangkan tanah air bangsa Indonesia. -Pada tahun 1937 terbentuklah MIAI yang di pimpin oleh K.H Mas Mansur dan K.H. Ahmad Dahlan. b. Masa penjajahan Jepang Tahun 1938-1945 terjadi Perang Dunia II antara Jerman, Italy, dan Jepang berhadapan dengan sekutu yang terdiri dari Inggris, Prancis,Rusia, ditambah Amerika. Front Pasifik meletus tanggal 8 Desember 1941 ketika Amerika membuka front baru menghadapi Jepang yang menjatuhkan bom di Pearl Harbour,sebuh pangkalan militer Amerika. Hindia-Belanda (Nusantara) dibawah jajahan Belanda melalui pidato Ratu Wilhelmina mengumumkan perang kepada Jepang. Dengan demikian,tak heran kalau Hindia-Belanda menjadi salah sasaran Jepang. Satu persatu wilayah Hindia-Belanda menyerah tanpa syarat.Pecahnya perang fasifik (1942-1945) mengakibatkan Belanda menyerah pada bulan Maret 1942 tanpa perlawanan berarti. Sampai tahun terakhir penjajahan Belanda,timbul kekecewaan mendalam dikalangan Islam karna semua tuntutan mereka ditolak oleh pemerintah kolonial. Belanda lebih banyak berunding dengan kelompok nasional sekular,yang dianggap wakil tunggal Indonesia. Pada awal kedatangan Jepang, timbul simpati dan harapan baru bangsa Indonesia. Apalagi dalam siaran radio tokyo diumumkan bahwa tujuan perang fasifik adalah mengusir orang-orang kulit putih dari bumi Asia. Sebelumnya, Jepang banyak melakukan aktifitas internasional untuk menarik simpati bangsa-bangsa yang beragama Islam dan meniupkan slogan anti Barat. Kebijakan pemerinah Jepang setelah mengambil alih kekuasaan Belanda adalah melarang semua kegiatan organisasi-organisasi politik yang ada dan berupaya membangun organisasi semi militer dengan menjalin kerjasama dengan golongan nasional sekuler maupun golongan Islam.Sebagai penjajah, Jepang jauh lebih kejam daripada Belanda ,Jepang merampas semua harta milik rakyat untuk kepentinga perang ,sehingga rakyat mati kelaparan. Tujuan mereka adalah menggalang masa untuk mendukung rezim pendudukan. Pada awalnya Jepang berminat membentuk sebuah perhimpunan organisasi politik melalui “Gerakan Tiga A”,dibawah pimpinan Syamsudddin, bekas pimpinan Parindra, diharapkan dengan pembentukan organisasi ini, rakyat indonesia akan membantu mereka dala perang pasifik dan menyukseska propaganda “kemakmuran Asia Timur Raya”. Karena gagal mendapat dukungan rakyat ,”Gerakan Tiga A” dibubarkan,sementara itu, MIAI tetap dipertahankan dan menjadi organisasi independen tanpa terikat pada organisasi lainnya. Selanjutnya, sebagai ganti “Gerakan Tiga A”, Jepang membentuk Putera (pusat tenaga rakyat) dalam rangka menggalang massa, Ada hal yang menarik dari pembentukan Putera, hasil yang terpenting adalah meningkatnya kesadaran rakyat Indonesia, terutama keinginan mereka untuk mencapai kemerdekaan. Jepang menerapkan politik mendekati golongan Islam tetapi tidak terhadap kelompok nasional sekular,Jepang mendorong dan memberi prioritas kepada kalangan Islam untuk mendirikan organisasi dan menagakui kembali organisasi-organisasi Islam yang belum dibekukan,tetapi tidak membolehkannya bagi organisasi-organisasi nasional sebelum perang,Pada awal pendudukannya, Jepang membentuk kantor Departemen Agama yang disebut Shumubu yang dibentuk pada Maret 1942, ketua pertama seorang Jepang bernama Horie (1942) dan pada tanggal 1 Oktober 1943 Hosein Djajadiningrat diangkat menjadi kepala Shumuba,tanggal 1 Agustus 1944 digantikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari tetapi tugasnya dilaksanakan oleh putranya K.H Wahid Hasyim 2. Politik Islam masa Kemerdekaan Pada masa kemerdekaan, Umat Islam malah hampir tidak memiliki negara karena kebanyakan bangsa muslim ketika itu berada dibawah penjajahan bangsa-bangsa barat seperti Inggris, Portugis, Spanyol dan Belanda. Akan tetapi keinginan untuk mendirikan sebuah negeri sendiri tetap ada, karena itu didalam sejarah, umat Islam melakukan perlawanan untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa-bangsa barat. Demikian pula perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam dalam menentang kolonialisme Belanda. Kehadiran bangsa-bangsa Asing di wilayah Indonesia menimbulkan dampak besar bagi kekuatan Islam yang diwakili oleh kerajaan-kerajaan Islam nusantara menghadapi kekuatan asing (barat) tidak dapat dihindarkan. Dari berbagai konfrontasi itu secara keseluruhan kerajaan-kerajaan Islam nusantara dapat dikalahkan sehingga secara sistematis mengalami deligitimasi politik yang berakhir dengan dijajahnya sebagaian besar wilayah Nusantara Jadi Sistem politik yang berkembang pada masa itu adalah sistem politik yang dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam sebagai sebuah keyakinan akan kebenaran yang hakiki dan pemberi legitimasi dalam perjuangannya. Berdasarkan hal tersebut maka tidak mengherankan apabila politik Belanda pada masa itu selalu diwarnai oleh kecurigaan, kewaspadaaan dan ketakutan terhadap segala sesuatu yang berbau Islam, sehingga melakukan kebijakan yang sangat membatasi ruang gerak umat Islam. Pendekatan yang Islamophobia ini mengalami perubahan ketika Snouk Hurgronye menjadi penasehat kerajaan Belanda dengan membuat rekomendasi sebagai dasar kebijakan pemerintah Hindia Belanda yakni melakukan stabilitas keamanan dan menarik hati rakyat Indonesia dengan mendirikan sekolah-sekolah modern. Menurut pemerintah Belanda, Produk lembaga pendidikan ini adalah menciptakan pegawai negeri dengan tugas membantu Belanda dalam mensosialisasikan nilai-nilai Barat. Hal ini menurut Hurgronye sebagai langkah yang paling efektif mengurangi dan pada akhirnya menghilangkan pengaruh Islam Indonesia. Akan tetapi kebijakan ini menjadi boomerang karena lembaga pendidikan tersebut melahirkan tokoh-tokoh yang memegang peranan penting dalam pergerakan nasional Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda ini pula muncul berbagai organisasi Islam yang sangat berpengaruh seperti Sarekat Islam (SI), Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), Persatuan Islam (Persis), Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU).

D. PERKEMBANGAN SENI BUDAYA ISLAM DI INDONESIA
1. Perkembangan Seni Budaya Islam di Indonesia Kesenian Islam Indonesia sebenarnya sangat minim bila dibandingkan dengan kesenian Islam di Negara lain, sebut saja kerajaan Mughal di India yang sampai sekarang masih memiliki simbol-simbol kebesaran arsitektur Islam seperti Taj Mahal. Hal ini disebabkan Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai sehingga seni Islam harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan lama, dan Nusantara adalah negeri yang merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga penduduknya lebih mementingkan masalah perdagangan daripada kesenian. Umat Islam Indonesia dalam hal seni Islam memang hanya menjadi pengikut, tidak pernah menjadi pemimpin. Keseniannya sangat sederhana dan miskin. Kekuatan himmah seperti yang mendorong muslim di Negara lain untuk menciptakan pekerjaan besar, tidak muncul di Indonesia. Kalaupun muncul, biasanya berasal dari pengaruh luar atau peniruan tidak lengkap. Walaupun demikian, Islam datang ke nusantara membawa tamaddun (kemajuan) dan kecerdasan. Ada beberapa sebab mengapa hal tersebut terjadi :
1. Islam yang datang ke Indonesia secara besar-besaran, kira-kira abad ke- 13 M, adalah akibat arus balik dampak kehancuran Baghdad. Dengan demikian, umat Islam yang datang pada hakikatnya adalah para pedagang atau elit bangsawan atau ulama-ulama penyebar agama Islam yang ingin mencari keselamatan dari kehancuran wilayah timur tengah karna adanya perang Mongol pimpinan Hulagu.
2. Di Indonesia, terutama Jawa, ketika Islam datang sudah memiliki peradaban asli yang dipengaruhi Hindu Budha yang sudah mengakar kuat terutama di pusat pemerintahan, maka seni Islam harus menyesuaikan diri. 3. Umat Islam yang datang ke Indonesia mayoritas adalah pedagang (orang sipil, bukan pejabat pemerintah) yang tentu orientasinya adalah datang untuk sementara dan untuk mencari keuntungan untuk dibawah ke negrinya. Datang untuk sementara inilah yang menyababkan mereka mencari hal-hal yang praktis. Kalaupun ada ulama atau sufi yang datang untuk berdakwah, mereka juga sufi pengembara yang pergi berdakwah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga tidak terpikir untuk membuat sesuatu yang abadi.
4. Ketika sudah ada umat Islam pribumi, kebanyakan keturunan pedagang atau sufi pengembara yang kemudian menjadi raja Islam di Nusantara dan mulai membangun kebudayaan Islam ,datang bangsa Barat yang sejak awal kedatangannya sudah bersikap memusuhi umat Islam (sisa-sisa dendam Perang Salib) sehingga raja-raja Islam pribumi belum sempat membangun.
5. Islam yang datang ke Indonesia coraknya adalah Islam tasawuf yang lebih mementingkan olah rohani daripada masalah duniawi.
6. Nusantara adalah negeri yang merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga penduduknya lebih mementingkan masalah perdagangan daripada kesenian.
7. Islam datang ke Indonesia dengan jalan damai, maka terjadilah asimilasi yaitu asal tidak melanggar aturan-aturan agama. Oleh sebab itu, tidak heran jika aspek seni budaya Islam Indonesia tidak hebat seperti di Negara Islam yang lain. Kesenian-kesenian Islam yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut;
1. Batu Nisan Kebudayaan Islam dalam bidang seni mula-mula masuk ke Indonesia dalam bentuk batu nisan. Di Pasai masih dijumpai batu nisan makam Sultan Malik al-Saleh yang wafat tahun 1292.Hal yang dapat dicermati pada batu nisan ini dan merupakan indikator Persia yakni aksara yang dipahatkan pada batu nisan merupakan aksara shulus yang cirinya berbentuk segitiga pada bagian ujung. Gaya aksara jenis ini berkembang di Persia sebagai suatu karyaseni kaligrafi. Batu nisan Sultan Malik as-Saleh terdiri dari pualam putih yang di ukir dengan tulisan Arab yang sangat indah berisikan ayat al-Qur`an dan keterangan tentang orang yang dimakamkan serta hari dan tahun wafatnya. Makam-makam yang serupa dijumpai pula di Jawa, seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
2. Perkembangan Aksara dan Seni Sastra (Kesusastraan) Masuknya agama dan budaya Islam di Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan seni aksara dan seni sastra di Nusantara. Aksara dan seni sastra Islam pada awal perkembangannya banyak dijumpai di wilayah sekitar selat Malaka dan Pulau Jawa, walaupun jumlah karya sastra dan bentuknya sangat terbatas. a. Aksara masa awal Islam Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran. Penulis aksara-aksara (huruf-huruf) Arab di Indonesia, biasanya dipadukan dengan seni jawa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Huruf-huruf Arab yang tertulis dengan sangat indah itu disebut dengan seni kaligrafi (seni Khat). Seperti juga jenis karya seni rupa Islam lainnya, perkembangan seni kaligrafi Arab di Indonesia kurang begitu pesat, apalagi dibandingkan dengan negara-negara lain. Sampai saat sekarang seni kaligrafi berkembang di Indonesia, terutama dalam seni ukir. Seni ukir kaligrafi ini dikembangkan oleh masyarakat dari Jepara. b. Seni sastra awal masa Islam Sebagaimana halnya Hindu-Buddha, Islam pun memberi pengaruh terhadap seni sastra nusantara. Sastra yang dipengaruhi Islam ini terutama berkembang di daerah sekitar Selat Malaka (daerah melayu) dan Jawa. Di sekitar Selat Malaka merupakan perkembangan baru, sementara di Jawa merupakan kembangan dari sastra Hindu-Buddha. Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu. Seni sastra zaman Islam yang berkembang di Indonesia yang mendapat pengaruh dari Persia, seperti cerita-cerita tentang Amir Hamzah, Kalilah dan Dimnah, Bayan Budiman, Kisah 1001 malam (alf lailah wa lailah), dan Abu Nawas. Hampir semua cerita salinan itu dinamakan hikayat dan dimulai dengan nama Allah dan shalawat nabi. Kebanyakan hikayat ini tidak diketahui penyalinnya. Sementara seni sastra yang masih dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama. Selain itu, kesusastraan Islam Indonesia adalah syair, di antara yang terkenal adalah syair sufi yang dikarang oleh Hamzah Fansuri, seperti syair perahu. Syair lain sama saja, tidak diketahui pengarangnya. Karya-karya sastra bentuk prosa dari Persia sampai pengaruhnya kepada kesusasteraan Indonesia misalnya kitab Menak yang ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa yang semula ceritera dari Persia. Dalam bahasa Melayu menjadi Hikayat Amir Hamzah. Kitab Menak pada dasarnya serupa dengan kitab Panji, perbedaannya terletak pada tokoh-tokoh pemerannya. Ceritera-ceritera Menak dalam arti Hikayat Amir Hamzah, biasanya ditampilkan pula dalam pertun­jukan wayang golek yang konon diciptakan oleh Sunan Kudus, wayang kulit diciptakan oleh Sunan Kalijaga, dan wayang gedog diciptakan oleh Sunan Giri. Ceritera Menak jumlahnya tidak sedikit, misalnya kitab Rengganis yang banyak digemari oleh masyarakat Sasak di Lombok dan Palembang.
3. Seni Bagunan (Arsitektur) Seni bangunan yang bercorak Islami jarang sekali dijumpai di Indonesia. Hampir tidak ada bangunan Islam di Indonesia yang menunjukkan keagungan Islam yang setaraf dengan bangunan bersejarah yang ada di negara Islam lainnya. Disamping itu, Indonesia tidak memiliki satu corak tersendiri seperti Ottoman Style, India style dan Syiro Egypt style, meskipun Islam telah lima abad ada di Indonesia. Model bangunan Islam pada saat itu masih sangat kental dengan aplikasi, bahkan peniruan model bangunan Hindu Budha. Hal ini dapat dilihat pada model-model masjid dan beberapa perlengkapannya, seperti: menara masjid, atap tumpang dan beduk raksasa yang semuanya adalah mengaplikasi bentuk budaya Hindu dan Budha. Pasca kemerdekaan, Indonesia dapat berhubungan dengan bangsa yang lain, maka sedikit demi sedikit unsur-unsur lama dapat dihilangkan. Atap tumpang yang sangat identik dengan bangunan hindu Budha dimodifikasi dengan kubah dari masjid timur tengah atau India, misalnya Masjid Kutaraja yang didirikan oleh Belanda tahun 1878. Selain itu, masjid-masjid di Indonesia dalam perkembangannya banyak meniru model-model masjid Negara Islam lainnya. Seperti Masjid Syuhada yang ada di yogyakarta yang menyerupai Taj Mahal India, masjid Istiqlal yang menyerupai ottoman style yang ada di Byzantium dan masjid Al-Tien (di TMII) yang meniru model bangunan India.
4. Seni Ukir Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Dalam sebuah riwayat disebutkan. Berkata Said ibn Hasan: “Ketika saya bersama dengan Ibn Abbas datang seorang laki-laki, ia berkata: “Hai Ibn Abbas, aku hidup dari kerajinan tanganku, membuat arca seperti ini.” Lalu Ibn Abbas menjawab, “Tidak aku katakan kepadamu kecuali apa yang telah ku dengar dari Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Siapa yang telah melukis sebuah gambar maka dia akan disiksa Tuhan sampai dia dapat memberinya nyawa, tetapi selamnya dia tidak akan mungkin memberinya nyawa.” Hadits di atas secara eksplisit melarang melukis apapun yang menyerupai makhluk yang hidup, apalagi manusia. Pada masa-masa awal Islam di Indonesia, ternyata larangan ini diikuti, meskipun di Persi dan India hal itu tidak dihiraukan. Oleh sebab itu, ketika Islam baru datang ke Indonesia, terutama ke Jawa, ada kehati-hatian para penyiar agama. Banyak candi-candi besar, -termasuk candi Borobudur- ditimbun dengan tanah (baru kemudian pada zaman Belanda ditemukan dan di gali kembali) supaya tidak mengganggu para muallaf. Kesenian ukir harus disamarkan, sehingga seni ukir dan seni patung menjadi terbatas kepada seni ukir hias saja. Untuk seni ukir hias, orang mengambil pola-pola berupa daun-daun, bunga-bunga, bukit-bukit, pemandangan, garis-garis geometri, dan huruf Arab. Pola ini kerap digunakan untuk menyamarkan lukisan makhluk hidup (biasanya binatang), bahkan juga untuk gambar manusia. Menghias masjid pun ada larangan, cukup tulisan-tulisan yang mengingatkan manusia kepada Allah dan Nabi serta firman-firman-Nya. Salah satu masjid yang dihiasi dengan ukiran-ukiran adalah Masjid Mantingan dekat Jepara berupa pigura-pigura yang tidak diketahui dari mana asalnya (pigura-pigura itu kini dipasangkan pada tembok-tembok masjid). Ukiran ataupun hiasan, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang. Gapura-gapura banyak dihiasi dengan pahatan-pahatan indah, seperti gapura di Tembayat (Klaten) yang dibuat oleh Sultan Agung Mataram (1633), sedangkan hiasan yang mewah terdapat pada gapura di Sendang duwur yang polanya terutama berupa gunung-gunung karang, didukung oleh sayap-sayap yang melebar melingkupi seluruh pintu gerbangnya, dibawah sayap sebelah kanan tampak ada sebuah pola yang mengandung makna berupa sebuah pintu bersayap. Kondisi Sosial Politik Negara Pada Masa Kemerdekaan.

E. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDDONESIA

Pendidikan Islam di Kerajaan Demak Sistem pelaksanaan pendidikan agama Islam di Demak yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat sentral di suatu daerah. Disana diajarkan pendidikan agama di bawah pimpinan seorang Badal untuk menjadi guru, yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam. Kitab keluaran Demak adalah Usul 6 Bis, yaitu kitab yang berisi 6 kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrahim, karangan ulama Sarkandi, tentang dasar-dasar ilmu agama Islam. Kitab lainnya adalah Tafsir Jalalain, kitab jawa kuno yaitu Primbon, berisi catatan tentang ilmu-ilmu agama, macam-macam doa, obat-obatan, ilmu gaib, bahkan wejangan para wali. Selain itu, dikenal pula kitab-kitab yang dikenal dengan nama Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng dan lain-lain. Dimana seluruh kitab tersebut berbentuk diktat dan ditulis tangan. Pendidikan dan Pengajaran Islam zaman Mataram Beberapa tempat Pengajian Qur’an diadakan di desa-desa. Di sana diajarkan huruf hijaiyah, membaca al Qur’an, pokok-pokok dan dasar ilmu agama Islam. Cara mengajarkannya adalah dengan menghafal. Pengajian Kitab dikhususkan pada murid-murid yang telah mengkhatamkan al Qur’an. Guru di Pengajian Kitab biasanya adalah modin terpandai di desa itu. Bisa juga modin dari desa lain yang memenuhi syarat, baik dari kepandaiaan maupun budi pekertinya. Guru-guru tersebut diberi gelar Kiyai Anom. Waktu belajar ialah pagi, siang, dan malam hari. Kitab-kitab yang diajarkan ditulis dalam bahasa arab lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Pelajarannya antara lain Usul 6 Bis, kemudian matan Taqrib, dan Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali dalam ilmu akhlak. Pengajarannya dilakukan dengan sorongan. Di beberapa kabupaten, diadakan Pesantren Besar, lengkap dengan asrama atau pondok untuk melanjutkan pendidikan dari pesantren desa ke tingkatan tinggi. Gurunya bergelar Kiyai Sepuh atau Kanjeng Kiyai. Pesantren ini berperan sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi. Kitab-kitab yang diajarkan pada pesantren besar ialah kitab-kitab besar dalam bahasa arab, lalu diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa daerah dan dilakukan secara halaqah. Bermacam-macam ilmu agama diajarkan disini, seperti: fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya. Selain pesantren besar, juga diselenggarakan semacam pesantren takhassus, yang mengajarkan satu cabang ilmu agama dengan cara mendalam atau spesialisasi. Pendidikan pada masa belanda Umat islam pada masa itu mengenal dua bentuk lembaga pendidikan yang dikelola umat islam dan yang dikelola colonial. System pendidikan yang dikelola Belanda adalah pendidikan modern liberal dan netral agama. Namun kenetralan Belanda ternyata tidak konsisten karena Belanda lebih melindungi Kristen dari pada islam. Karena mereka menganggap islam memiliki kekuatan politik yang membahayakan mereka. Maka islam senantiasa mengalami tekanan dan selalu diawasi gerak geriknya.

Pendidikan Islam pada masa Penjajah Jepang
 Pada awalnya pemerintah jepang mengambil siasat merangkul umat islam sebagi mayoritas penduduk Indonesia. Sikap penjajah jepang terhadap pendidikan islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan islam lebih bebas. Pesantren-pesantren yang besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar jepang. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama. Pemerintah Jepang juga mengizinkan berdiirnya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Bung Hatta. Pendidikan islam di zaman jepang dapat bergerak lebih bebas bila dibandingkan dari zaman belanda. Pada masa penjajahan jepang atas usaha Muhmud Yunus di sumatera barat, dapat disetujui oleh kepala jawatan pengajaran jepang untuk memasukkan pendidikan agama islam ke sekolah-sekolah pemerintah, mulai sekolah dasar.

 Pendidikan Islam Masa Orde Lama (Zaman Kemerdekaan)
Setelah Indonesia merdeka, penyelesaian pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa : Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang tidak berurat akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.

Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh sebuah rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 tersebut, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh. Sistem Pendidikan Pada masa Orde Lama dan Baru Terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum. Program pendidikan kementrian agama sebagai berikut :
1. Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2. Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3. Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern. 4. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.
4. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
5. Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta. Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi Lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi jalannya pembangunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera puteri bangsa yang berkualitas. Dakwah islam / Pendidikan walisongo Metode yang digunakan oleh Walisongo dalam berdakwah ada tiga macam, yaitu:
1. Al-Hikmah (kebijaksanaan) : Al-Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u (objek dakwah). Sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Gudus.
2. Al-Mau’izhah Al-Hasanah (nasihat yang baik) : memberi nasihat dengan kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluh hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman. Inilah yang dilakukan oleh para wali.
3. Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan (berbantah-bantah dengan jalan sebaik-baiknya) : tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut. sebagaimana dakwah Sunan Ampel kepada Adipati Aria Damar dan Sunan Kalijaga kepada Adipati Pandanarang.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;